Hukum membantu manusia memperbaiki cara-caranya dalam menjinakkan kekerasan. Ketika hukum mengintervensi problem manusia dengan cara yang adil, manusia merasa hukum itu useful. Sebaliknya, jika hukum dijadikan tempat pelembagaan kekerasan secara halus, manusia perlu "melawan" hukum.
Hukum Positif lahir untuk membendung tradisi hukum rimba yang telah diterapkan manusia selama berabad-abad. Jika dalam hukum rimba, mata bisa diganti dengan mata, maka dalam frame hukum positif-progresif, naluri balas dendam ini kemudian ditangguhkan dengan ketentuan Undang-Undang. Dengan kata lain, kehadiran hukum positif sejatinya memperbaiki naluri manusia yang beringas, kejam, dan suka balas dendam. Inilah cikal-bakal lahirnya hukum. Akan tetapi, pertanyaannya "Bagaimana jika keadilan hukum justru dijadikan payung persembunyian pelaku kejahatan?"
Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait empat terpidana kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir Yosua), yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf menyentak rasa keadilan publik. Menariknya, progres kelanjutan penanganan kasus Ferdy Sambo Cs ini hilang seketika dari radar pemberitaan sejak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan oleh pihak Ferdy Sambo Cs. Semula, tahapan yang dijajaki pihak Sambo Cs sejak putusan dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan hingga penolakan banding yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta sudah memberikan rasa keadilan yang memang tengah didambakan oleh pihak keluarga Brigadir Yosua. Akan tetapi, bak menjual air di pinggir sungai, putusan terbaru dari MA, justru meruntuhkan seluruh perjuangan yang telah dilalui kelurga Brigadir Yosua.
Sejak Ferdy Sambo divonis pidana mati oleh PN Jakarta Selatan, tingkat kepuasan publik terhadap institusi peradilan makin menanjak. Pandemi apresiasi datang dari berbagai pihak, ketika PN Jakarta Selatan secara lantang mengvonis Ferdy Sambo Cs sesuai dengan tuntutan keadilan yang didambakan. Di amar putusan PN Jakarta Selatan, tak ada hal yang bisa meringankan hukuman Sambo. Di balik tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan vonis yang dijatuhkan hakim, pihak Sambo merasa keberatan dan memulai langkah banding ke tingkat peradilan yang lebih tinggi. Mula-mula Ferdy Sambo Cs mengajukan banding ke PT DKI Jakarta. Akan tetapi, permohonan banding ditolak. Sejak permohonan banding ditolak, pihak Ferdy Sambo berencana mengajukan permohonan kasasi ke MA. Dari rencana permohonan kasasi ke MA, kasus Sambo Cs seketika hilang dari radar pemantauan.
Publik tidak pernah mendengar progres kelanjutan pengajuan kasasi yang diajukan pihak Sambo Cs ke MA. Semua terlihat senyap dan penuh kecurigaan. Jika memang Hakim Agung MA mau bekerja secara transparan dan menjunjung tinggi keadilan, pihak MA pasti membuat agenda terbuka atau setidaknya membuat berita acara terkait permohonan kasasi yang diajukan pihak Sambos Cs. Hilangnya komunikasi yang transparan ini justru dinilai oleh sebagian pihak sebagai sebuah keanehan di ruang peradilan.
Sejak hilangnya pemberitaan terkait Sambo Cs, tiba-tiba pada Selasa (8/8/2023), MA hadir dengan sebuah kejutan: "Hukuman Ferdy Sambo Cs Dipangkas menjadi Seumur Hidup."
Putusan ini membuat jagat maya riuh berseliweran komentar. Dalam putusan kali ini, MA hadir dengan dua pijakan yang pada intinya saling bertolak belakang, yakni menolak kasasi di satu sisi, tetapi di sisi lain mengubah amar putusan. MA dalam hal ini justru mengubah putusan yang dikeluarkan PN Jakarta Selatan dan PT DKI Jakarta bagi masing-masing terpidana, Ferdy Sambo divonis pidana mati, Putri Candrawati 10 tahun penjara, Ricky Rizal 8 tahun, dan Kuat Ma'ruf 10 tahun. MA dalam hal ini benar-benar hadir untuk memperbaiki masa hukuman.
Skoci penyelamatan terakhir memang bertumpu di MA. Jika putusan MA yang berkekuatan hukum tetap menolak kasasi Ferdy Sambo Cs, hemat saya MA seharusnya tidak boleh mengubah putusan yang telah ditetapkan oleh PN dan PT. Menolak kasasi berarti menyetujui putusan pengadilan sebelumnya. Akan tetapi, hal yang dirasa aneh adalah ketika kasasi ditolak, hukuman justru "diperbaiki" menjadi ringan.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan kasasi? Secara umum, kasasi dimengerti sebagai upaya hukum yang diajukan ke Mahkamah Agung untuk memeriksa, mengevaluasi, dan membatalkan putusan yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Tinggi atau pengadilan sebelumnya. Dalam hal ini, permohonan kasasi bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana penerapan hukum yang dibuat oleh pengadilan sebelumnya (judex factie).
Artinya, ketika upaya evaluasi (kasasi) ini ditolak, dengan sendirinya upaya mengoreksi, memperbaiki, memeriksa, mengubah bahkan membatalkan hasil putusan sebelumnya tidak mungkin terjadi. Upaya mengubah masa hukuman terjadi, pertama-tama ketika permohonan kasasi diterima pihak MA. Setelah permohonan kasasi dikabulkan, MA mendapat ruang untuk langkah selanjutnya, yakni mengevaluasi putusan hingga membatalkan putusan yang telah ditetapkan oleh pengadilan sebelumnya (PN dan PT).