Lihat ke Halaman Asli

Kristianto Naku

TERVERIFIKASI

Analis

Rocky Gerung dan Wabah Sesat Pikir

Diperbarui: 2 Agustus 2023   16:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rocky Gerung. Sumber: https://disway.id/.

Tak ada seorang pun yang mampu menertibkan pikiran seseorang selain mulutnya sendiri. Pikiran hanya bisa ditertibkan melalui mulut. Mulut mampu mendidik isi pikiran seseorang melalui diksi yang dilontarkan.    

Nama Rocky Gerung melambung bukan karena kekuatan argumentasinya yang ilmiah. Nama Rocky Gerung justru mendadak viral karena diksi kurang beradab yang seringkali dilontarkannya dalam berbagi diskursus politik tanah air. Ada kata "dungu" di balik sensasi verbal Rocky Gerung selama ini. Menariknya, atensi publik justru riuh dengan diksi yang kurang beradab ini. Diksi "dungu" kemudian membuat sebagian kaum intelektual memuja Rocky dengan label "Profesor Akal Sehat." 

Pandemi kata "dungu" kemudian kian membanjiri tata kelola komunikasi ruang digital seiring sosok Rocky Gerung diundang ke mana-mana. Di sejumlah kampus, Rocky diberi panggung akademis selebar-lebarnya untuk mempertebal sensasi verbal diksi "dungu." Banyak penanggap, bahkan dari kalangan millenial sekalipun, selalu membuat prolog sapaan superhero kepada sosok Rocky dengan gelar "Prof Akal Sehat." Gelar ini (Prof Akal Sehat) disemat, mengingat kata "dungu" lebih dahulu dikenal, diadopsi, dan diviralkan ke seluruh ingatan penghuni jagat maya. Kata "dungu," dengan kata lain meluluskan si penutur sebagai seorang Prof Akal Sehat. Dari kedunguan, lahirlah Prof Akal sehat.

Nama Rocky Gerung untuk saat ini kian melejit ke permukaan. Mulai dari permukaan jagat pencarian, permukaan ruang berpikir, hingga permukaan bibir, ludes dilahap nama Rocky. Sosok Rocky Gerung seolah-olah menjadi tawanan berpikir. Ia dipuja karena memberi ruang kebebasan berpikir yang tak tanggung-tanggung. Logika berpikirnya pun dilembagakan di berbagai ruang ceramah manapun. Kata sebagian stasiun televisi: "No Rocky, No Party." Konotasi kata "Party" dalam tagline ini bisa beragam. Kata "Party" bisa dikaitkan dengan keriuhan juga kegaduhan. Di mana ada "Party," di situ pasti ada keriuhan dan gaduh.

Alam berpikir Rocky Gerung kian hari kian diadopsi. Dari Rocky seorang pengamat, pemerhati, peneliti, akademikus, hingga pengkritik, semuanya disitasi untuk keperluan argumentasi. Semakin banyak sitasi dengan buku panduan utama "Prof Akal Sehat," semakin banyak orang juga justru jatuh pada kegaduhan cara berpikir. Semua orang akhirnya menganggap diksi "impolite" diperbolehkan di ruang debat atau diskursus publik. Ketika diksi "impolite" ini dilembagakan, secara tidak sadar, akumulasi diksi yang sama (repetitive) justru membuat etika komunikasi menjadi amburadul. Orang, dengan demikian justru belajar untuk mengutarakan argumentasinya hanya berdasarkan kekuatan permainan perasaan.

Diskursus gaduh yang saat ini tengah dileburkan di jagat media sosial adalah soal diksi Rocky Gerung yang menyebut Presiden Joko Widodo sebagai "bajingan tolol." Potongan pernyataan Rocky Gerung dalam hal ini berupaya membuat publik seolah-olah menjadi terkesan "dungu." Publik yang "mengklaim" Rocky Gerung salah justru diajak Rocky untuk berputar-putar menyelami arah pembicaraannya. Kata "bajingan tolol" kemudian diformulasikan secara berbeda oleh Rocky dalam penjelasannya untuk mendapatkan atensi publik bahwa Rocky tak pernah salah. Menurut Rocky, diksi "bajingan tolol" diperuntukkan bagi Joko Widodo sebagai institusi negara. Sebagai representasi negara, Jokowi perlu dihabisi, dicaci-maki, dan dikritik secara membabi-buta. Delik pembelaannya, Rocky tidak menyerang Jokowi sebagai person, tetapi sebagai sebuah institusi. Hemat saya, ini justru jatuh pada sesat pikir (logical fallacy).

Dalam ilmu logika, ada istilah "ad hominem fallacy" (menyerang orang, bukan ide). Cacat logika jenis ini bisa dipahami sebagai suatu bentuk perlawanan argumentasi dimana aspek yang diserang adalah pribadi orang dan bukan ide atau gagasan yang tengah dikemukakan. Dalam hal ini, pernyataan Rocky bahwa "Joko Widodo bajingan tolol" merupakan satu indikasi "ad hominem fallacy."

Jika didalami, nama "Joko Widodo"untuk saat ini sejatinya tengah melekat erat pada institusi yang diembannya. Menyebut nama "Joko Widodo" sudah pasti mengarahkan pikiran kita pada jabatan yang diemban, yakni sebagai Kepala Negara. Dalam konteks ini, Joko Widodo sebagai person secara otomatis menyatu dengan jabatan yang diembannya -- lain halnya ketika Joko Widodo tidak lagi mengemban tugas negara sebagai seorang Presiden. Jika ditarik ke konteks pembicaraan yang dikemukakan Rocky Gerung, Joko Widodo sebagai person dan Kepala Negara justru hadir dan menyatu (tidak absen) ketika melakukan kunjungan ke Tiongkok.

Hemat saya ini suatu bentuk pembodohan massal, jika "logical fallacy" Rocky Gerung diberi ruang pembibitan. Apa yang disampaikan Rocky Gerung sejatinya disaksikan oleh lebih dari 200 juta penduduk Indonesia saat ini. Ingatan generasi mendatang sudah pasti akan mengadopsi hal yang sama -- diksi impolite dan logika sesat. Semua diksi tak beradab ini pelan-pelan akan dipraktikkan seolah-olah menjadi bahasa harian yang mujarab dalam mengkritik. Aku mencaci-maki sama dengan aku mengkritik. Penggunaan bahasa verbal yang tidak santun justru menjadi tanda kekerdilan sekaligus kegagalan bahasa dalam mentransmisi isi pikiran.

Kita bersyukur karena negara memberikan kita kebebasan yang seluas-luasnya dalam menyampaikan pendapat, kritik, dan gagasan. Semua kebebasan ini lahir dari perjuangan panjang yang kini berwujud demokrasi. Akan tetapi, konsep demokrasi tidak berarti membuat kita tak beradab, kurang beretika, dan tidak bertanggung jawab. Demokrasi justru harus membuat kita semakin beradab, beretika, dan bertanggung jawab. Di balik semua argumentasi yang kritis dan tujuan yang baik, selalu ada cara yang siap menjembatani semuanya.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline