Seperti tali, watak Taliban susah dipercaya sepenuhnya. Mereka tak menghendaki kesepakatan, tetapi kata-kata mereka menyuntik ide kesepakatan. Dalam hal ini, membangun kesepakatan dengan kelompok Taliban bak menjual air di pingir sungai. Semakin lama kita duduk menawarkan, semakin sia-sia perjuangan kita menjaga dan menyeka keringat.
Lalulintas warga di bilik perbatasan Pakistan-Afghanaistan mencuri perhatin dunia. Warga Afghanaistan seperti diserang dari berbagai arah. Dari sejumlah laporan, dikabarkan kelompok bersenjata Taliban kembali berulah setelah sekian lama hening dipandu perjanjian. Janji-janji Taliban untuk berhenti bergriliya seperti badai gurun pasir. Desirnya menguncang, realisasinya nihil. Kali ini, Kota Kabul kembali dikuasai.
Mendengar cerita dari wilayah Timur Tengah adalah suatu kewajiban bagi dunia. Isak tangis, permohonan minta tolong, eksodus warga, pandemi kesepakatan, lalulintas bunyi tembakan, dan kabar penyekapan sejumlah warga menjadi teror tiap tahun. Tak ada yang puas dengan situasi Timur Tengah. Jika tak ada konflik, Timur Tengah seperti jauh dari bidikan sejarah.
Kali ini, kelompok garis keras dengan label mundial Taliban menyentak keseriusan dunia saat membidik pandemi Covid-19. Di tengah badai kegalauan ekonomi, politik, dan sosial, Taliban mengunci dan mencuri kesempatan. Bagi kelompok Taliban, situasi pandemi Covid-19 tidak boleh memudarkan iklan-iklan kekerasan yang sudah dipertontonkan bertahun-tahun di wilayah Afghanaistan. Jika tak berulah, Taliban seperti tak lagi berwibawa.
Pandemi Covid-19 sebetulnya menurunkan intensitas pemberitaan terkait kejailan Taliban. Menurut Uni Emirad Arab (UEA), mantan Presiden Afghanaistan Ashraf Ghani kini telah kabur ke luar negeri. Ia seperti tak berstamina mengatur barisan menangkal geriliya fajar Taliban. Ironisnya, ketika pemimpin lari, banyak warga yang ikut melarikan diri menuju Pakistan. Potret membeludaknya warga di bilik perbatasan Pakistan-Afghanaistan sudah pasti mengetuk rasa kemanusiaan dunia.
Apa yang perlu dibuat?
Keheningan Taliban selama ini sejatinya dilatarbelakangi oleh sejumlah perjanjian. Mereka sebetulnya tak lagi bertindak semena-mena terhadap warga sipil. Komitmen ini diterima oleh sejumlah pemimpin dunia. Komitmen mereka demikian: "Keterbukaan melakukan penyerangan menjadi kunci keberanian. Tak ada rahasia!" Ketika Taliban membuat perundingan yang menyatukan, gertak suasana politik dan rasa kemanusiaan luluh secara tiba. Akan tetapi, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson tak sepenuhnya percaya. "Taliban harus dinilai dari tindakan-tindakannya yang nyata daripada kata-kata yang dibeberkan!" kata Boris Johnson.
Direktur Program Jaringan Aksi Masyarakat Internasional (ICAN), Melinda Holmes, juga tak memercayai keseriusan Taliban dalam berdialog. Jika kita mengangguk-angguk apa yang menjadi komitmennya, kelompk Taliban justru semakin mengikatkan pinggang kekuasaan. Taliban mudah menyekolahkan perasaan para pemimpin negara yang berseberangan dengan idenya. Ketika kesepakatan itu tidak lahir dari kondisi hati yang damai, secara otomatis tak ada yang bisa dipertahankan.
Di tengah gempuran aksi penguasaan gudang-gudang pemerintahan, kondisi warga Afghanaistan memang sungguh memprihatinkan. Mereka seperti diserang dari berbagai sudut. Untuk itu, portal laporan secara global terkait keadaan Afghanaistan harus dipantau secara serius untuk meminimalisir korban. Negara-negara Uni Emirat Arab, dalam hal ini perlu bekerja sama. Kehadiran Arab Counter adalah kekuatan ekstra bagaimana melerai mereka yang bertikai. Jika Kota Kabul sudah dikuasai, apa yang bisa dilakukan? Jika perbatasan Pakistan tak dibuka, apa yang bisa diharapkan? Mereka harus ke mana di tengah situasi sulit pandemi Covid-19 ini?
Kekuatan utama dari kejahatan Taliban ada pada propaganda kebohongan. Mereka menarik simpati pemimpin dunia dengan janji berkala. Kita tak tahu pasti kenapa Taliban suka bermain kurang sportif. Liga Arab, hemat saya perlu menghentikan segera langkah Taliban agar tak memakan banyak korban. Jika Liga Arab menutup mata, pundi-pundi bantuan dunia juga agak susah untuk menembus perbatasan militer Taliban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H