Bagi Derrida dekonstruksi bukanlah sebuah metode. Di sini, ia menunjukkan bahwa dekonstruksi bukanlah sebuah teknik (technique) yang selanjutnya direduksi sebagai formula, susunan, atau seperangkat norma atau aturan yang siap diterapkan (applied) ke dalam berbagai teks atau konteks tertentu.
Hal terpenting yang perlu digarisbawahi dari pernyataan Derrida adalah bahwa dekonstruksi tidak bisa direduksi ke dalam berbagai metode atau cara-cara tertentu. Sebuah metode tentunya akan mempertahankan konsistensi penerapannya. Metode pada dasarnya menelurkan cara-cara yang selalu dipertahankan setiap saat. Dan, pada akhirnya metode menjadi sebuah pegangan yang rigid.
Derrida sama sekali tidak menyempitkan arti dekonstruksi hanya sebatas cara atau metode. Dekonstruksi sejatinya dapat dipahami sebagai sebuah peristiwa, yakni sebuah peristiwa dalam pembacaan. Karena sebuah peristiwa, maka dekonstruksi menjadi sesuatu yang unik. Dengan demikian dekonstruksi menghindari cara baca yang selalu direpetisi atau diulang-ulang.
Dekonstruksi bukanlah sebuah 'Destruksi' Negatif
Pada dasarnya istilah destruksi merujuk pada sesuatu yang negatif, misalkan memporak-porandakan, membongkar, dan menghancurkan. Pada Derrida kata destruksi diikuti dengan kata con (bersama dengan). Maka, istilah dekonstruksi merujuk pada sebuah upaya rehabilitasi. Upaya rehabilitasi ini tidak hanya dilakukan sekali, tetapi berlaku terus-menerus.
Artinya dalam kegiatan dekonstruksi upaya pemaknaan secara baru, upaya pembacaan secara berulang-ulang selalu dihidupi untuk menemukan makna baru. Akan tetapi, proses ini tidak serta-merta merujuk pada sebuah penemuan makna asli. Derrida menekankan bahwa di belakang kata dekonstruksi itu sendiri kita diarahkan pada istilah Heidegger mengenai Destruction (penghancuran) atau Abbau (pembongkaran), yang pada dasarnya tidak berkonotasi negatif, tetapi merujuk ke arah rekonstruksi.
Oleh karena itu, kata destruksi (kehancuran) metafisika Barat (Destruction of Western Metaphysics) bukanlah sebuah bentuk penolakkan, tetapi lebih dari itu, yakni sebuah bentuk penetapan secara kritis (a critical reconstituting). Dalam sebuah institusi, dekonstruksi sangat berperan untuk merombak sistem atau tatanan yang kaku.
Segala bentuk sistem yang mencirikan kebekuan dalam penerapannya, akan dirombak dan ditata kembali. Hal ini tidak berarti bahwa dekonstruksi menghancurkan sistem secara keseluruhan, akan tetapi dekonstruksi membuka berbagai kemungkinan akan adanya perubahan (transformation) atau penataan ulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H