Lihat ke Halaman Asli

Kristianto Naku

TERVERIFIKASI

Analis

Berburu Takjil, Lupa Prokes

Diperbarui: 19 April 2021   20:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Deretan lapak takjil saat buka puasa. Foto: megapolitan.kompas.com.

Mudik sudah bisa dikendalikan. Jalanan lengang. Orang takut pulang kampung. Orang takut berburu sesuatu di luar rumah. Salat di masjid sudah dibatasi. Ini semua bentuk kepedulian. Jika arus mudik sudah bisa dikendalikan dan bahkan pemerintah secara resmi melarang mudik (sifatnya haram jika mudik di tengah pandemi); terus bagaimana dengan berburu takjil. Jangan sampai aksi berburu takjil melupakan protokol penanganan pagebluk Covid-19.

Buka puasa. Untuk urusan buka puasa, aksi kejar-kejaran di lapak takjil pun tak terhindari. Mulai pukul 16.00, jalanan biasanya padat dengan dekorasi takjil. Orang tidak lagi memikirkan pentingnya berdiam di rumah. Bukannya pemerintah udah melarang aksi saling senggol di mana pun? Pokoknya gak boleh bersentuhan. Bukan karena alasan bukan muhkrim, tapi memang ini soal solidaritas perang melawan rezim otoriter pagebluk Covid-19. Tetap jaga jarak, pake masker!

Bagaimana dengan kegiatan buka puasa bersama tahun ini? Kebijakan buka puasa, salat, serta perayaan-perayaan lain menyongsong bulan suci Ramadhan kali ini, semuanya diatur oleh pemerintah. Bahkan urusan takjil sekalipun, juga diawasi pemerintah. Takjil adalah sebutan untuk makanan buka puasa. Jenis makanan dan minumannya pun bermacam.

Bertepatan dengan larangan keluar rumah, menjaga jarak, physical distancing, dan menggunakan masker, banyak orang justru menciptakan kondisi yang sebaliknya. Banyak orang justru beramai-ramai melanggar pagar pembatas demi memburu takjil. Demi perut usai puasa, lapak takjil penuh sesak. Di lapak takjil, korona sengaja dilupakan. Bahaya nih.

Menyongsong Ramadhan kali ini, umat Muslim harus menghindari kebersamaan fisik. Bertepatan dengan merebaknya pagebluk Covid-19, perayaan menyongsong bulan suci Ramadhan perlu dibatasi. Ruang gerak Ramadhan sengaja dibuat sedikit sempit. Tantangannya adalah bagaimana orang bergerak di ruang sempit ini tanpa saling menyentuh.

Di lapak takjil, aksi nunjuk-nunjuk makanan potensial menciptakan kegaduhan. Maklum, kan mau buka puasa. Ini bukan soal tradisi, tapi lebih pada kebutuhan fisik. Dalam hal ini, orang berburu takjil karena sudah menjalankan puasa sebagai ujian pertama untuk kebutuhan spiritual. Dan sebagai manusia, ia perlu memenuhi kebutuhan fisiknya usai berpuasa.

Kita berharap, di lapak takjil, orang tetap memperhatikan protokol yang sudah ada. Tetap jaga jarak, perhatikan social & physical distancing, dan pakai masker. Jika hal ini tidak diindahkan, tentunya upaya kita bersama melawan pagebluk Covid-19 akan kandas di jalan. Bak menjual air di pinggir sungai, kita bakal tak berhasil menghentikan laju penyebaran korona.

Berburu takjil itu tradisi, seperti halnya saat sebelum korona orang-orang berlomba 'tuk makan di luar rumah. Akan tetapi, kali ini kita betul-betul harus makan di rumah dan perkecil ruang gerak di luar rumah. Mudik sudah bisa dikendalikan, masa belanja takjil gak bisa. Semoga Ramadhan tahun ini, memberi berkah tersendiri untuk saudara-saudari yang menjalankannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline