"Saya adalah kepala pemerintahan, setidaknya untuk seluruh anggota tubuh yang melekat pada diri saya. Fenomena ini ada. Saya selalu menyalahkan pemerintah terkait masalah pandemi Covid-19, sementara di saat yang sama, saya sendiri tidak mampu memerintah diri sendiri agar bisa taat dalam menerapkan prokes. Saya sering mengkritik pemerintah, sementara saya sendiri tidak menghidupi isi kritikan saya. Sebetulnya, saya ini maunya apa?"
Ribuan triliunan rupiah dana telah dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam menangani proyek penyelesaian wabah Covid-19. Angka ini tentunya sudah menyentuh ambang batas kepedulian pemerintah dalam memberi proteksi terhadap kesehatan dan kesejahteraan warga negara.
Ketika pandemi ini muncul di Indonesia pada Maret 2020, pemerintah sigap dalam membuat kebijakan. Pelan tapi pasti, Pemerintahan Jokowi-Ma'aruf membuat mekanisme-mekanisme konstruktif agar semua warga negara tetap tercover dari wabah mematikan ini.
Dari Maret 2020 hingga menyentuh Maret tahun 2021, tanda-tanda berakhirnya pandemi ini masih belum terlihat. Apa yang pasti adalah hidup kita ada dalam bayang-bayang ketidakpastian. Yang pasti adalah ketidakpastian -- apakah kita akan keluar dari cengkeraman pandemi atau tetap terlilit di dalamnya. Hingga saat ini pula, jumlah pasien terpapar Covid-19 sudah mencapai angka satu juta. Lalu pertanyaannya: "Apa yang perlu dibenahi?"
Selama ini, tuntutan kepada pemerintah terus mengantri. Banjir kritikan dan saran membuat pemerintah bergerak cepat. Perlu ini dan itu, pemerintah layani. Semuanya diupayakan pemerintah dalam mengontrol penyebaran pandemi virus corona ini. Stamina kita boleh jadi terkuras habis.
Ketika stamina melemah, alhasil, ada banyak problem lain, seperti kriminalitas mengudara di masa pandemi ini. Meski demikian, pemerintah tetap setia memberi anjuran, aba-aba, koreksi, pengawasan, dan terapi untuk semua warga negara. Dalam hal ini, saya benar-benar mengapresiasi kepala negara kita Presiden Joko Widodo.
Di dalam silang-sengkarut situasi ini, saya bermenung dan mengarahkan bidikan refleksi saya ke dalam diri -- melihat realitas sesuai dengan fakta di lapangan. Apa yang terjadi selama ini adalah saya justru lebih banyak mengontrol orang-orang di luar diri saya -- termasuk pemerintah.
Ada yang salah dengan kehidupan pribadi saya atau kelompok saya, kadang yang disalahkan pemerintah atau dikait-kaitkan dengan dengan masalah pandemi Covid-19.
Anjuran agar pemerintah harus, melakukan ini-itu selalu menjadi konten keluhan saya. Padahal, pemerintah sudah melakukan banyak hal untuk saya -- termasuk mengontrol saya agar saya sendiri mampu mengontrol dan memahami diri.
Pandemi Covid-19 sejatinya bukan masalah kecerobohan sebuah negara dalam menangani -- tetapi lebih dari itu kecerobohan saya dalam menaati apa yang sudah diterapkan negara untuk saya. Ketika negara melalui kebijakan pemerintah mengeluarkan ketetapan tertentu untuk mengawasi saya, kadang saya justru keluar dari apa yang diamanatkan.
Jadi, masalah serius sebetulnya ada pada saya sebagai seorang warga negara. Jika saya taat pada komitmen yang dibangun bersama dalam sebuah negara, otomatis kebijakan itu akan memengaruhi dinamika yang diharapkan secara bersama.