Pelantikan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan digelar pada Rabu, 20 Januari 2021 waktu AS. Menurut laporan Newsweek.Com, seremoni pelantikan Biden-Harris akan diwakili ratusan ribuan atribut bendera di halaman National Maal Gedung Capitol AS. Ratusan ribu bendera ini merupakan simbol kehadiran rakyat AS saat inagurasi Presiden terpilih.
Peristiwa ini tentunya menjadi momentum penuh makna dalam sejarah inagurasi Presiden AS. Tak seperti biasa, halaman National Maal depan Gedung Capitol AS seharusnya dibanjiri warga yang menyaksikan secara langsung pemimpin terpilih. Karena alasan kemanan dan badai pandemi Covid-19, semua kebiasaan ini ditangguhkan. Tak ada kerumunan dan sorak-sorai. Di hadapan Biden-Harris, sejumlah bendera AS akan menyoraki dan mengiringi jalannya seremoni.
Menjelang seremoni inagurasi -- khususnya konteks AS sekarang -- sejatinya ada banyak hal perlu diantisipasi. Saya menyebut hal-hal yang perlu diantisipasi ini dengan istilah "ranjau." Kenapa ranjau? Atmosfer menjelang transisi kepemimpinan Gedung Putih akhir-akhir ini memang sempat memanas. Ada upaya tarik-menarik antara pemimpin lama Presiden Donal Trump dan kubu pendukung Biden sebagai Presiden terpilih. Situasi ini, bahkan tak mudah untuk diprediski. Bisa saja, "ranjau" menjelang inagurasi Biden-Harris sudah terpasang di mana-mana.
Ranjau yang pertama adalah terkait keamanan. Hingga detik-detik pergantian Trump, situasi sosial-politik AS tetap bergejolak. Kubu pendukung Trump belum sepenuhnya menerima kemenangan Biden-Harris atas hasil pemilihan Presiden (pilpres) 3 November 2020 kemarin. Aksi penolakan atas hasil pilpres ini semakin terlihat ketika para pendukung Trump menyerbu Gedung Capitol pada 6 Januari 2021. Peristiwa ini tentunya menjadi ancaman besar bagi keberlangsungan tampuk kepemimpinan Biden-Harris -- terutama menjelang seremoni pelantikan pada Rabu (20/1/2021) mendatang.
Tindakan para Trump Maniak bukanlah hal sepeleh. Ketika menyerbu masuk ke Gedung Capitol Washington DC, mereka tak hanya berbekal protes. Mereka justru melakukan penyerbuan dengan disertai "alat perang" seperti senjata. Tindakan para pendukung Trump tak lain adalah perang melawan negara dan fakta.
Selain itu, tindakan para pendukung Trump tak lain merupakan sebuah upaya mengagalkan prosesi Biden-Harris ke Gedung Putih. Jika seremoni sertifikasi kemenangan saja dipalak, bagaimana dengan seremoni inagurasi nanti? Aparat keamanan AS tentunya bekerja keras untuk mengamankan situasi seremoni inagurasi ini meski kenyataanya seromoni inagurasi ini hanya diwakili bendera AS.
Ranjau kedua yang perlu diantisipasi adalah soal kesehatan. Data informasi perkembangan kasus positif Covid-19 di AS memang masing masih menanjak. Kondisi ini tentunya menjadi tantangan besar menjelang seremoni inagurasi Biden-Harris. Keterwakilan rakyat AS melalui ratusan ribu bendera AS adalah sebuah langkah antisipatif melewati ranjau wilayah kesehatan di saat ini.
Rakyat AS tentunya tetap melihat seremoni inagurasi Biden-Harris sebagai sebuah momentum pesta. Jika pembatasan super ketat hanya difokuskan di sekitar Gedung Capitol, euforia di lokasi berbeda bisa saja tetap berstamina. Ada kemungkinan adu kekuatan antar-pendukung muncul saat detik-detik inagurasi berlangsung. Pawai menolak dan mendukung dalam hal ini bisa menjadi sebuah ranjau berikutnya yang dihadapi pemerintahan Biden-Harris menjelang pelantikan.
Ranjau ketiga yang juga perlu diantisipasi adalah atmosfer Senat AS dan Kabinet Biden. Menurut Kompas, (19/1/2021) kabinet Biden mengalami kendala di ruang Senat AS menjelang seremoni pelantikan. Ambisi Biden untuk bekerja cepat dalam menangani polemik AS saat ini dikekang oleh kebijakan Senat AS. Hingga Selasa (19/1/2021), belum satu pun dari 15 calon anggota kabinet periode 2021-2025 di bawah Biden disetujui Senat. Padahal, semua Presiden AS sejak 1993 punya sebagian anggota kabinet pada hari pelantikan nanti (Kompas, 19/1/2021).
Ketiga "ranjau" di atas semakin mengerutkan dahi Biden di detik-detik masa aprobasi kepemimpinan. Hal ini tentunya tidak mudah bagi Biden dan Harris jika rakyat dan Senat AS tidak bisa bekerja sama. Bisa jadi, seremoni inagurasi nanti justru dihambat dengan situasi-situasi ini. Dari soal keamanan hingga kekuatan keanggotaan di Senat AS sejatinya memberi citra yang buruk atas situasi politik dan demokrasi AS.
Saat ini, dunia terus memantau dan memberi perhatian penuh mengenai berbagai prosesi situasi transisi kepemimpinan AS. Jika pemerintahan AS gagal menciptakan atmosfer yang baik, hal ini tentunya merusak "kewibawaan" AS di mata dunia. Celah-celah ketidakmatangan AS bisa saja dipakai oleh sebagain negara untuk bermanuver. Kondisi-kondisi demikianlah yang jamak digunakan oleh banyak penyusup untuk memprovokasi bangsa agar mudah gaduh.