Lihat ke Halaman Asli

Kristianto Naku

TERVERIFIKASI

Analis

Latihan Menulis Berita Bersama Tim Jurnalistik Kompas

Diperbarui: 20 Januari 2021   07:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kegiatan menulis berita. Foto: beritagar.id.

Kebetulan, saya pernah mendalami proses penyajian berita di Surat Kabar Kompas. Saat itu, seingat saya bulan Januari 2015, saya dan beberapa teman saya mengadakan Kursus Jurnalistik bersama Tim Kompas. Ada Pak St. Sularto, Mas Jimmy S Harianto, Mas Wisnu Nugroho, dan Mbak Fitri.

Banyak hal didalami saat kursus ini. Kursus ini masuk dalam hitungan Satuan Kredit Semester (SKS) Program Studi Fakultas Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Jumlah SKS yang dibanderol untuk bidang ini adalah dua SKS. Maka, selama se-Minggu, kami berusaha merampungkan proses kursus ini dengan baik sekaligus memuaskan.

Salah satu proyek yang dikelola dalam kursus ini adalah bagaimana meliput berita dan menyajikannya kepada publik atau pembaca. Untuk itu, masing-masing peserta diwajibkan untuk menemukan salah satu problem atau informasi aktual (apa saja) dan menyajikan informasi tersebut kepada publik dengan data dan fakta yang jelas. 

Nah, berikut adalah salah satu contoh proyek penulisan berita yang pernah saya buat bersama rekan saya Gery Vebriyono.

Yogyakarta, TROBOS -- Jumlah usaha makro di tahun 2015 mengusai pasar bisnis Indonesia. Munculnya hypermart, indomaret, swalayan, dan supermarket sungguh melengser kedudukan usaha mikro. Pemerintah dinilai kurang berstamina dalam mensteril izin berdirinya usaha makro. Pemahaman akan sistem trinkle down yang ditawarkan para pemodal, akhirnya menelan korban, yakni para pengusaha makro seperti vendor dan pedagang eceran tak berpengunjung.

Pengamat Dunia Bisnis Skala Nasional (DBSN) dan Ketua Kamar Dagang Indonesia (KDI), Gery Vebriyono, Selasa (13/1/2015) di kediamannya Sleman-Yogyakarta mengemukakan bahwa motif merebaknya jumlah hypermart indomaret, K12, CircleK, dan swalayan di kota Yogyakarta dipicu oleh adanya kebijakan pemerintah dinilai 'lesu.' Pemerintah memberi izin kepada para pengusaha makro untuk mendirikan usahanya tanpa mempertimbangkan untung-rugi dari dilegalkannya izin berdiri usaha makro tersebut. Vebriyono juga menjelaskan bahwa pemerintah terkesan cepat mengambil keputusan prematur atas apa yang diiming-iming oleh para pengusaha.

Sistem trinkle down yang dipaparkan oleh para pengusaha hampir tak difilter dengan baik. Kalkulasi laba dari pendirian ini dinilai kurang teliti. Lobi para pengusaha untuk melicinkan proses perizinan pendirian usaha dianggap 'murah' oleh yang berpunya ketika berhadapan dengan kebijakan pemerintah. Alhasil, banyak usaha mikro pun dilengser, juga karena "mindset" para pengkonsumsi yang cenderung mengedepankan prestise.

"Ya masyarakat sekarang adalah masyarakat konsumptif dan punya prestige yang tinggi. Jika seorang pembeli dihadapakan pada dua sumber pengadaan barang, misalkan saja jualan yang ada di pinggir jalan dan di hypermart, tentu pembeli akan cendrung mendatangi hypermart atau ndomaret ketimbang jualan di pinggir jalan", kata Vebriyono.

Melihat fakta kompetetif yang menelan korban secara tidak langsung, Vebriyono berpendapat, seyogianya pemerintah setempat perlu memperketat kembali kebijakan, terutama soal perizinan pendirian usaha makro yang jaminannya ditakar atas prediksi semata. Menurut Vebriyono, pemerintah dan pemodal harus seimbang dalam menelurkan kebijakkan. Artinya, pemerintah jangan hanya melihat keuntungan yang dikantongi oleh usaha tersebut, tetapi juga perlu diperhatikan bahwa usaha makro mempunyai peran dan tempat dalam dunia bisnis. Lahan bisnis bagi pedagang kecil tidak boleh seenaknya dicaplok oleh para pengusaha yang dengan mudah membeli kata seakat pemerintah.

Untuk memperkecil kemungkinan adanya pelegalan yang tak tertata rapi, Menteri Pembangunan, Djoko Kolega, pada Senin (12/1/2015) di Jakarta menegaskan bahwa pemerintah sedang membuat kebijakan khusus untuk menghadapi persoalan bisnis ini. Pemerintah akan lebih memperhatikan jaminan untuk para pengusaha mikro (vendor dan pedagang eceran) agar mereka tidak hanya berjalan di tempat atau bahkan mengalami kerugian atas hadirnya usaha makro yang lebih menempatkan ego dalam berbisnis. (KN).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline