Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian dan Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto pada Rabu (6/1/2021) mengumumkan informasi mengenai kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk wilayah Jawa dan Bali. Kebijakan PSBB di awal tahun yang baru ini mulai berlaku pada 11 Januari -- 25 Januari 2021.
Kebijakan ini, tentunya menjadi salah satu strategi bagaimana pemerintah dan dunia kesehatan menilai kualitas distribusi vaksin yang akan diberikan kepada setiap penerima di berbagai daerah bisa berjalan optimal, berdampak, dan berdaya guna.
Berkaca dari pengalaman yang ada, pemberlakuan kebijakan PSBB tentunya membawa banyak dampak bagi dinamika hidup sosial masyarakat. Sektor yang paling merasakan dampak langsung dari kebijakan ini adalah ekonomi.
Data Kementerian Keuangan memperlihatkan bagaimana pandemi Covid-19 mengubah postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Pada akhir 2020, APBN defisit Rp 956,3 triliun atau 6,09 persen produk domestik bruto (PDB).
Defisit APBN sejatinya lebih rendah dari proyeksi dalam Perpres No 72/2020 sebesar 6,34 persen PDB. Adapun proyeksi pertumbuhan ekonomi 2020 minus 1,7 persen sampai minus 2,2 persen (Kompas, 7/1/2021).
Data ini sebetulnya mau menunjukkan bahwa perang melawan pandemi Covid-19, tak hanya soal perang kesehatan semata. Perang melawan pandemi, tidak lain juga soal perang bagaimana mengatur perekonomian agar tak terus-menerus digerus.
Ketika kebijakan PSBB di beberapa daerah, seperti Jakarta atau Surabaya diterapkan, kita bisa mencermati bagaimana dampak langsung dari kebijakan tersebut. Dalam hal ini, sebuah kebijakan, laiknya PSBB, tentu akan berpengaruh terhadap dinamika ekonomi rumah tangga seseorang, kelompok atau perusahaan.
PSBB di satu sisi memang membantu proses pencegahan pandemi virus korona. Dan, memang perang bersama kita saat ini adalah bagaimana musuh tak kelihatan ini bisa sesegera mungkin dilenyapkan.
Akan tetapi, dalam situasi seperti ini, kita juga perlu melihat neraca keseimbangan dari setiap kebijakan yang dibuat. Neraca keseimbangan yang harus tetap dijaga dalam hal ini adalah antara kesehatan masyarakat dan kesejahteraan ekonomi.
Presiden Joko Widodo, hemat saya, pernah mengeluarkan pernyataan terkait bagaimana ballance policy ditempatkan di antara dua prioritas, yakni kesehatan dan ekonomi. Prioritas ganda ini harus selalu dicover di masa pandemi.
Ketika fokus kita terarah hanya pada penyelesaian masalah Covid-19, alhasil berbagai wabah baru bisa mengintai. Terbukti, di sektor keamanan, kita dikejutkan dengan kehadiran seaglider di Kepulauan Selayar.