Lihat ke Halaman Asli

Kristianto Naku

TERVERIFIKASI

Analis

Zoom Meeting, Data Pribadi, dan Maling Data

Diperbarui: 15 November 2020   09:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

satuharapan.com

Kebanyakan kegiatan kali ini dilakukan via daring. Sekolah menerapkan sistem online, kerja mengoptimalkan media online, ibadah juga menerapkan sistem online, hingga beragam jenis pertemuan dilakukan menggunakan media online. Semuanya diupayakan demi mengakhiri masa liburan korona di berbagai negara, terutama di Indonesai.

Semenjak kebijakan pengoptimalan penggunaan media online dalam berinteraksi diterapkan, banyak orang berlomba-lomba menginstal aplikasi "Zoom Meeting" sebagai aplikasi konferensi video (video conference). Banyak orang bangga sekaligus welcome dengan kehadiran aplikasi ini. 

Kebanggaan publik pun diperlihakan melalui upaya untuk menginstal aplikasi, mengoptimalkan penggunaaan, dan banyak pula yang menyerahkan seluruh saham privatnya ke dalam aplikasi ini.

Aplikasi "Zoom Meeting" didirikan oleh Eric Yuan pada 21 April 2011 di San Jose, California, Amerika Serikat. Perusahaan ini memiliki 2000 karyawan. Jumlah unduhan aplikasi ini di Play Store kurang lebih 100 juta kali. 

Aplikasi ini menyediakan layanan fitur berupa pertemuan one on one tanpa batas anggota, konferensi atau rapat grup, berbagi layar dan chatt serta rekam videocall. Kehadirannya sangat membantu dan tentunya mempermudah.

Saat ini, kita bisa menyaksikan bagaimana publik dengan gembira mulai membicarakan data-data personal, mengumbar informasi perusahaan atau institusi, membuka semua password kebijakan dalam kanal perbincangan Zoom. 

Pokoknya, semuanya ditumpahkan di dalam aplikasi ini. Tidak ada lagi rahasia. Bongkar habis. Era babak belur privasi nantinya, bakal muncul pasca masa liburan korona usai. Ada ketakutan besar bahwa semua perbincangan dalam aplikasi ini diretas oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Kita pernah mendengar tentang kasus peretasan yang menimpa perusahaan retail Amerika Serikat The Home Depot. Perusahaan ini mengumumkan bahwa mereka menjadi korban peretasan pada September 2014. Kejadian itu, membuat 53 juta alamat email serta 56 juta informasi kartu kredit pelanggan bocor ke publik. 

Kasus lainnya adalah "snappening." Istilah snappening adalah sebutan untuk kasus peretasan aplikasi berbagi foto Snapchat. Total ada 13 GB data, 98 ribu foto dan video milik pengguna Snapchat juga bocor ke publik.

Itu hanyalah sebagian contoh dari tindakan peretasan akibat ketidakhati-hatian dalam penggunaan media online. Dari dulu media online memang potensial menjadi lahan bermainnya para maling data. Kita mungkin dengan senang hati menggunakan sarana aplikasi online. 

Akan tetapi, di saat bersamaan oblolan kita sejatinya tengah diawasi oleh maling. Maka, tetap perlu waspada dan usahakan untuk tidak memberikan informasi penting terkait lembaga, data pribadi atau password tertentu di ruang maya "Zoom Meeting."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline