Lihat ke Halaman Asli

Kristianto Naku

TERVERIFIKASI

Analis

Rezim Twitter dan Akhir Karir Si Tukang Tweet Donald Trump

Diperbarui: 8 November 2020   21:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Twitter adalah jebolan ide briliant yang dicetuskan oleh Jack Dorsey pada sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Potcasting Company, sebuah perusahaan Odeo. Jack melukiskan idenya dimana seseorang dapat membuat status dan mengirim pesan singkat, hingga membentuk sebuah interaksi percakapan antar-user. Twitter pertama kali didemonstrasikan pada tahun 2016. Twitter berpusat di San Bruno, California, Amerika Serikat. Aplikasi ini berlogo burung berwarna biru.

Semenjak masuk bursa calon Presiden dari kubu Republik, Donald Trump kerap kali memakai twitter sebagai sarana berkampanye. Cuitan-cuitan Trump sekilas memantik komentar. Pada tahun 2016, Trump sering mengetweet konten-konten sara, seperti anti imigran, anti-Cina, anti-Muslim dan kampanye populisme lainnya. Alhasil, Trump mendulang banyak cecar dan juga banjir dukungan dari netizen. 

Trump memang akrap dengan berbagai portal media sosial. Dengan latar belakang seorang penguasa, strategi politik Trump cenderung memanfaatkan pasar media online. Portal media sosial yang seringkali dipakai adalah twitter. Cuitan-cuitan Trump selalu menjadi trending topic di di media sosial khususnya portal twitter. 

Lalu bagaimana sekarang? Trump sepertinya tak lagi berstamina. Umpan kata-kata yang dituangkan di akun twitternya tak lagi mendapat simpati. Strategi branding ala post-truth tak lagi dikerumuni warga maya. Hal ini semakin gamblang terlihat dalam kompetisi pesta demokrasi Amerika Serikat tahun ini. Trump dinyatakan gagal dan hengkang dari Gedung Putih. Strategi politik ala twitternya tak lagi mampu menyedot perhatian warga Paman Sam. Di ruang maya twitter, Trump melepas jabatan. Trump kalah.

Apakah Trump berhenti berceloteh? Rupanya tidak. Di akun twitternya, Trump menampik berita kemenangan rivalnya Joe Biden. Menurutnya, strategi Biden adalah kebohogan dan penuh hoax. Trump kembali mendulang banyak perhatian. Dari twitter, ia membangun kubu serang atas kekelahan yang menimpa dirinya. 

Bagaimana twitter memengaruhi iklim politik Indonesia? Akun twitter Presiden Joko Widodo keteteran bersaing cuitan tentang serbuan 10 juta pekerja asal Cina. Dalam rentang perbincangan sejak Sabtu, 25 Desember 2016 hingga Selasa 4 Januari 2016, kicauan @jokowi digempur sejumlah akun pemberontak. Jokowi seperti pemain tunggal menangkal serangan akun-akun lain yang menggaungkan terus bahwa Indonesia darurat pekerja asing (Cina). Pergumulan isu pekerja Tiongkok di Twitter terekam dalam teknologi sistem analisis media sosial karya Ismail Fahmi, doktor sains informatika lulusan Universitas Groningen, Belanda. 

Ismail menyebut teknologi buatannya dengan nama "Drone Emprit" -- merujuk pada nama burung lambang Twitter. Piranti lunak ini berfungsi memonitor dan menganalisis percakapan di media online dan media sosial. Presiden agaknya gundah terhadap isu pekerja Cina yang merebak di medsos. Menurut Jokowi berita mengenai melangitnya jumlah pekerja Cina adalah hoax. "Kalau tak punya data, ya, jangan disampai'in. Itu namanya pembohongan dan meresahkan masyarakat," ujarnya. 

Jumlah pekerja Cina menurut Kementerian Tenaga Kerja melonjak 11 persen, tapi tak sebesar yang didesas-desuskan. Ini konsekuensi kebijakan Jokowi yang berfokus menggarap infrastruktur dan promosi pariwisata, serta mengundang investor asing masuk ke Indonesia. Investor Cina, paling banyak menyisir proyek bandar udara, listrik hingga kereta cepat. Menurut Jokowi, isu pekerja Cina sudah masuk ranah politis. Isu ini meluap ketika tuduhan penistaan agama dialamatkan pada Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur Jakarta keturunan Tionghoa. 

Rizieq Syihab, Pemimpin Front Pembela Islam, dilihat sebagai dalang dari perebakan isu mengenai pekerja Cina. Menurutnya, Indonesia akan dikuasai oleh Tiongkok dan akan menjadi bagian dari negara komunis. Hal ini nyata dalam aksi 4 November 2016, sebagai sebuah puncak kemarahan akan kaum minoritas.

Melalui akun Twitter @SyihabRizieq, ia menulis bahwa reklamsi teluk Jakarta bisa mengundang jutaan warga negara Cina masuk ke DKI. Ia menyerukan 74.700 pengikutnya mendata perusahaan yang memperkerjakan warga Cina.

Menurut Rizieq, gerakan di medsos adalah bentuk solidaritas terhadap Islam atas penistaan di dunia maya. Pemerintah, menurutnya, tak hadir untuk mendinginkan suasana. Hal ini membuat warga daring (netizen) memilih bertindak sendiri.  Rezim Twitter pada akhirnya membantu menelurkan kebencian dan perang dingin. Ketidaksukaan adalah ikon yang diciptakan sendiri sebagai bentuk ketidakpuasan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline