Lihat ke Halaman Asli

Kristianto Naku

TERVERIFIKASI

Analis

Songdo, Busan, dan Romantisme (Part I)

Diperbarui: 31 Oktober 2020   07:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Menyinggahi Songdo merupakan salah satu impian yang dicover dalam budget perjalananku ke Korea Selatan. Kota yang terletak di kawasan Incheon itu merupakan kota dengan latar futuristik plus beragam kecanggihan teknologi. 

Ketakjuban pertama terhadap kota Songdo dimulai saat saya mencicipi pintu masuk ke G Tower -- lokasi kantor Incheon Free Economic Zone (IFEZ). Sambutan hangat pun menoreh seluruh bagian inderaku terutama hati. Saya seperti disanjung-sanjung. 

Tanpa banyak cakap, saya diarahkan 'tuk masuk ke ruang pertama. Awalnya saya bingung, "Kok kenapa semua lampu tiba-tiba dimatikan?" Sebuah pertanyaan diam.

Kota latar futuristik ini (Songdo), menanam budaya internet friendly. Hal ini membuat siapa saja yang berpapasan dengannya menjadi kelilipan. Semua orang yang menyentuh Songdo, wajib sign in atau log in. Ini sebuah instruksi sekaligus tiket masuk mencicipi berbagai keindahan yang disuguhkan di seluruh etalase kota. Kali ini saya tidak sendirian. 

Dalam scheduleku tahun ini, saya ditemani oleh tiga guide terbaik, yakni Elisabeth Kim Soo hyun, Yeain Woo, dan Rossa Do yeon. Ketiganya kutemui saat Indonesia mengadakan great event, tepatnya di Kota Gudeg - Yogyakarta. Ya, Asian Youth Day (AYD). Inilah event akbar untuk kaum muda di seluruh Asia. Kegiatan ini dilaksanakan selama seminggu, 1 -- 7 Agustus 2017. Pokoknya kerenlah.

Sudahlah, sekilas kita lupain skema pertemuan ini. Ketiganya (Soo hyun, Yeain, dan Do yeon) membuka sebuah tawaran kunjungan ke Korsel. Mereka memang menganjurkan Jeju Island sebagai menu awal yang perlu dicicipi. Akan tetapi, saya justru menawarkan Songdo dan Busan sebelum ke tempat lainnya, seperti Gangnam Store -- yang sering dijuluki sebagai the play ground of richman atau tempat lainnya seperti anjuran mereka, yakni ke Pulau Jeju.

Jakarta -- Incheon sejatainya ditempuh dengan durasi waktu delapan atau sembilan jam. Akan tetapi, dengan kurs dapur finansial yang pas-pasan, saya lebih memilih maskapai AirAsia sebagai jembatan hubung ke Korsel. Alhasil waktu yang ditempuh juga ikut membengkak. AirAsia memang murah dan cukup nyaman. Pas buat pelancong kawakan seperti saya.Akan tetapi, dari segi waktu, mengambil penerbangan via AirAsia cukup terkuras. 

Tepat pukul 11.00 Korean Time, saya landing di bandara Internasional Incheon. Perjumpaanku dengan bandara tersibuk dan elegan di Asia ini, sungguh menyedot perhatian. Sesekali saya mencuri beberapa objek lensa yang cukup instagramable

Saya kemudian diarahkan ke kantor imigrasi. Visa yang saya pakai bukanlah visa tourism, tapi visa visitation. Visa jenis ini membantu saya lebih lama dan safeguard berada di Korsel. Lumayanlah selagi ada temen yang bisa back up voucher buat jalan-jalan.

Kebingungan mulai melawat angan-angan ketika semua instruksi di sekujur tubuh bandara kebanyakan menggunakan bahasa Korea. Mampus gue! 

Tapi gak usah takut bro, orang Korea biasanya ramah dan enak diajak ngobrol. Untuk tuna bahasa seperti saya (khususnya bahasa Korea), modal nekat bisa menjadi bekal. Satu dua kata, seperti joh-eun achim (selamat pagi), ha ji ma (hentikan), jinjja (benarkah), bogosip-eo (kangen), gwaenchanh-a (apakah kamu baik-baik saja), na baegopa (saya lapar) atau neo na saranghae adalah budget bahasa. Dan jangan lupa bahasa Inggris juga penting sebagai ban serep.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline