Pagi ini saya pergi berbelanja di pasar. Tiba tiba saya di panggil oleh seseorang yang suaranya tidak asing. Seketika saya menoleh ke arah suara dan melihat seorang perempuan tersenyum dan melambaikan tangan. Karna agak kejauhan dan ramai saya hampir tidak mengenalinya. Saya mendekat dan membalas sapaannya dengan senyum yang ragu ragu. Ketika saya dan dia berhadapan, saya terkejut dan ingin sekali marah. Ternyata dia adalah teman saya SMK yang pernah bermasalah dengan saya bernama debora. Karna dalam keadaan ramai saya memilih pergi dan melanjutkan belanja. Selama saya belanja saya terus mengingat masalah antara saya dan debora.
Saya masih menyimpan dendam terhadap dia bahkan saya ingin sekali membalaskan dendam saya. Sekilas saya ceritakan masalah antara saya dan debora. Sewaktu sekolah ketika ujian kenaikan kelas dua belas kami di percayai oleh guru untuk mengerjakan ujian tanpa ada pengawas. Saya dengan tenang menjawab semua pertanyaan dan berusaha untuk tidak bertanya kepada teman. Saat itu kami ujian mata pelajaran ips sehingga saya menjawabnya dengan menjelaskan setiap jawaban dari pertanyaan.
Setelah selesai saya menyerahkan kertas saya di meja dan Langsung keluar kelas. Karena saya tidak ingin mengganggu teman teman yang sedang ujian. Ketika waktu habis ketua kelas mengumpulkan kertas jawaban dan menghitung jumlah kertas dan ternyata kurang satu lembar dan setelah di periksa kertas jawaban saya tidak ada. Saya di panggil dan ditanyakan. Saya panik dan mencoba mencari kertas jawaban saya di balik kertas jawaban teman teman namun tidak saya temukan.
Saya melanjutkan pencaharian saya ke seluruh kelas tapi tetap juga tidak saya temukan. Akhirnya ketua kelas menyuruh saya untuk menjumpai guru mapel Ips agar di beri waktu untuk mengerjakannnya. Saya ikut dengan ketua kelas dan berbicara dengan guru namun guru itu tidak percaya dan tidak menerima alasana saya. Singkat cerita akhirnya ketua kelas mengakui bahwa dia melihat saya menyerahkan lembaran jawaban saya di atas meja dan langsung keluar. Dengan mata yang sudah hampir menangis saya di kasihani oleh guru dan menyuruh saya mengerjakan kembali di kantor dalam waktu 15 menit. Saya tidak pikir panjang dan langsung mengerjakannnya kembali.
Akhirnya dengan jawaban yang singkat saya menyelesaikannya tepat waktu kemudian saya keluar dari kantor menuju kelas. Saya tidak puas dengan jawaban saya yang di kantor sehingga memicu emosi dan marah marah di kelas. Teman teman saya diam dan hanya bisa membantu saya mencari kertas jawaban saya. Entah mengapa ketika saya marah marah saya melihat debora pergi dari kelas dengan wajah pucat dan gerak gerik yang mencurigakan. Sahabat saya ainun juga berbisik bahwa selama saya di kantor debora tidak keluar dari kelas seperti biasanya dan kelihatan ketakutan.
Saya berpura pura ke toilet dan mengikuti debora secara diam diam. Dia menuju tempat pembuangan sampah sekolah di belakang gedung sekolah. Saya melihat dia membuang kertas. Saya mendatanginya dan mengambil kertas yang dia buang. Betapa sakitnya hati saya melihat kertas jawaban saya yang sudah dia remuk remuk dan dia coret coret. Saya menjambak rambutnya dan berkelahi hebat dengan dia. Guru datang dan melerai kami hingga kami di bawa ke kantor.
Saya menjelaskan apa yang terjadi hingga terjadi perkelahian tetapi wali kelas malah menyalahkan saya karena dianggap saya sudah bertindak terlalu jauh. Saya menyampaikan betapa sakitnya hati saya melihat kertas jawaban saya, hasil buah pikiran saya yang dengan seenaknya dia coret coret, diremukkan layaknya sampah. Tetapi wali kelas malah mengganggap saya terlalu keras mulut dan keras kepala. Singkat cerita, dari kejadian itu saya dan debora tidak pernah cakapan hingga hari ini. Kurang lebih 3 tahun kami tidak cakapan sejak kelas 12 hingga tamat smk. Dan kejadian itu membuat saya benci kepada wali kelas karena bagi saya dia tidak adil.
Sehabis belanja saya bergegas pulang.ketika sampai di parkir debora menghampiri saya dan entah apa yang membuat dia begitu percaya diri untuk meminta maaf. "Kris.. Kamu masih dendam samaku? Aku minta maaf. Kejadian waktu itu hanyalah masa lalu di masa sekolah kita. Aku ingin kita damai dan aku sangat mengharapkan kamu mau memaafkan aku. Kita sudah dewasa, masalah yang terjadi saat itu sangat sangat membuat aku menyesal dan jujur aku mau mengakuinya sekarang. Aku tidak ingin melakukan itu pada kertas jawabanmu tetapi aku sangat ingin berada di rangkingmu. Sehingga muncullah niatku itu, maafkan aku" dia menjabat tanganku dan dengan kepala menunduk.
"Berapa kali kah saya harus mengampuni? 70 kali 7 kali". Saya teringat dengan perikop kitab suci ini. Saya juga berfikir bahwa masalah itu hanyalah bagian dari masa lalu. Apakah saya harus dipenuhi dengan kebencian terus menerus hanya karena masa lalu? Saya membalas dengan menjabat tangannya dan berdamai dengannya. Dia meminta no hp saya agar dapat komunikasi dan saya pun memberinya.
Selama di perjalanan pulang debgan mengendarai motor saya merasa lebih damai dan bangga terhadap diri sendiri bahwa saya sudah melakukan kasih pagi ini dengan menghilangkan dendam dalam hati yang selama ini saya simpan. Saya juga percaya ketika saya mau memaafkan saya pasti juga dimaafkan. Saya memaknai dendam adalah kasih ketika kita mau mengampuni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H