Saat Ramadan, dari tahun ke tahun, ada hal yang identik dan khas. Namun ada pula hal yang tak berulang. Sehingga kita mungkin saja rindu dan ingin mengulang hal yang sudah berlalu itu.
Setelah menikah, saya harus menyediakan menu berbuka puasa sendiri. Ada banyak hal yang tak sama seperti sebelumnya.
Seperti kehilangan sesuatu, apakah ini yang disebut rindu?
Kita mungkin bisa menghadirkan rangkaian kegiatan yang sama, menu berbuka yang sama seperti yang ibu kita sediakan.
Namun tak akan pernah bisa menghadirkan nuansa hangat bersama keluarga seperti sebelumnya.
Menu minuman khas yang biasa ibu saya sediakan tidaklah elit apalagi viral. Hanya kombinasi cincau-air gula ataupun cincau-santan.
Adik-adik saya masih terpikat dengan minuman manis dari tepung-rasa tiruan buah berbungkus yang diblender di pasaran.
Sudah sering saya jelaskan bahwa minuman dalam kemasan seperti itu tidak baik walaupun halal. Mulai dari karies gigi hingga pencetus diabetes usia dini.
Namun ya, mungkin di situlah kekuatan pengaruh citra iklan, anak kecil tetap termotivasi membeli minuman pemanis buatan ini.
Yang paling saya senangi adalah minuman yang tidak beli nan menyehatkan. Air kelapa muda hasil pohon sendiri.
Nyaris setiap hari saat Ramadan, ayah saya membawa 'satang' ke kebun kelapa di seberang rumah. Satang ini sejenis kayu untuk 'njuluk' atau memetik kelapa.