Lihat ke Halaman Asli

Kristiadji Rahardjo

manusia biasa yang mendamba cinta hadir di dunia; suka membaca, traveling, fotografi, main biola dan badminton

Fenomena "Cyber Religion"

Diperbarui: 26 Juli 2018   14:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: www.thearmageddontimes.com

(Wawancara Lingkar Studi Profetika terhadap Kristiadji)

Konteks besar wawancara ini pada fenomena cyber religion yang direpresentasikan dari maraknya situs-situs keagamaan di internet. Kedua, diseminasi informasi atau pemikiran keagamaan dalam konteks kebebasan beragama dan berpendapat (demokrasi informasi). Dan ketiga, masa depan dialog antar agama dalam konteks kelimpahruahan informasi yang mungkin ada yang tak terverifikasi, tak terklarifikasi, mendiskreditkan, dan sebagainya (misal, Faith Freedom, dsb.)

1. Sebagai agamawan yang dibesarkan dan hidup di masa kini, kami rasa Anda sangat paham dengan media internet. Secara umum bagaimana tanggapan Anda terhadap keberadaan teknologi informasi itu?

Jawab: kita patut bersyukur, teknologi informasi dewasa ini berkembang pesat. Tentu perkembangan ini diharapkan dapat memberi manfaat positif bagi kehidupan manusia di segala dimensinya. 

Akses informasi dan komunikasi menjadi lebih cepat, lancar dan dapat dinikmati oleh banyak orang. Pertukaran ide, informasi dan diskusi atau belajar bersama dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien (mengatasi keterbatasan tempat, waktu dan beaya). 

Teknologi informasi juga dapat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, kehidupan iman, sosial ekonomi, politik, budaya, dan dimensi hidup lainnya. Untuk itu teknologi informasi perlu dikembangkan sesuai nilai-nilai moral (seperti kebenaran, keadilan, perdamaian, penghormatan HAM, keutuhan ciptaan, dll) dan kode etik yang berlaku agar tujuan mulianya dapat tercapai, yakni demi kebaikan bersama (bonum commune). 

Tapi kita tidak menutup mata terhadap penyimpangan yang terjadi, teknologi informasi disalahgunakan untuk kepentingan sosial, politis, ekonomis dan ideologis yang tidak sesuai dengan nilai kebenaran, keadilan, perdamaian dan penghormatan martabat manusia serta perusakan lingkungan. Prinsip-prinsip etis moral dilanggar sehingga merusak kehidupan moral, spiritual dan sosial. Ini merupakan tantangan riil yang harus kita hadapi.

2. Dalam konteks itu kita sama-sama tahu, kalau internet benar-benar merupakan ruang publik yang terbuka luas, tak ada otoritas yang mampu menyensor, mengontrol dan sebagainya. Dalam konteks diseminasi pemikiran keagamaan bagaimana?

Ruang publik yang terbuka dan bebas itu menjadi media untuk diseminasi informasi, gagasan, keilmuan, ideologi, termasuk pemikiran-pemikiran keagamaan. Ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi para agamawan. Peluang, karena para pemikir keagamaan  dapat  melakukan deseminasi pemikiran, ajaran dan kebenaran-kebenaran iman  secara cepat, murah, dan efektif menembus sekat-sekat ruang dan waktu. Juga bisa terbangun suatu diskursus pemikiran keagamaan untuk mencari kebenaran sejati. 

Namun bisa juga menjadi tantangan, karena banyaknya pemikiran dan "kebenaran-kebenaran" (dari berbagai versi) yang juga berlomba untuk di "klik" (dibaca) dan mungkin juga "diamini". Pemikir-pemikir keagaaman ditantang untuk merefleksikan, merumuskan dan memperkuat kembali kebenaran-kebenaran imannya. Kemudian mereka dapat mengkomunikasikan (termasuk lewat internet, media informasi dan komunikasi lainnya) dan mengkontekstualisasikan kebenarannya dalam kehidupan nyata.

3. Menurut Anda kemudahan dan keterbukaan seperti di atas harus kita sikapi seperti apa?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline