"Aduh perih di mata, perih di hati." Begitulah lontaran dari kaum hawa ketika melihat ada publik figur yang tidak good looking yang kedapatan berselingkuh. Namun, tak jarang juga yang good looking tak kalah berulahnya.
Jadi ada ketakutan tersendiri dari para perempuan milenial untuk mendapatkan pendamping hidupnya kelak "takut nih untuk menikah, takut salah pilih."
"Semua laki-laki sama saja!" Pertamakali mereka lihat pada perempuan hanya dari fisiknya, bukan hatinya. Tentu saja mereka adalah pihak yang bermata keranjang.
Dari kejadian-kejadian tersebut para perempuan selalu menyalahkan laki-laki atas kemalangan yang menimpa kaumnya. Pihak laki-laki digeneralisasi sebagai biang kerok, oknum kurang ajar, dan bertindak sewenang-wenang terhadap perempuan.
Sebenarnya sih aku sendiri adalah perempuan, tapi kok mendengar kata-kata seperti itu agak gimana gitu. Ya, terkadang sedikit miris juga dan tidak enak hati saja menjadikan laki-laki selalu menjadi pihak terpojok.
Gara-gara perbuatan segelintir orang, yang tidak melakukan kena getahnya pula, karena kesamaan jenis kelamin. Apakah ini people power kaum perempuan serta pengaruh dari nilai-nilai feminisme radikal?
Feminisme radikal sendiri merupakan jenis dari feminisme yang sangat mempermasalahkan gender bawaan lahir, akibat dari ketimpangan sosial antara laki-laki dan perempuan (Eisenstein) dalam (Hasyim, dkk. 2014: 2).
Penggambaran Maskulinitas Laki-laki
Memang patriarki yang berada di tengah-tengah masyarakat yang sudah mengakar sekian lamanya memberikan kemudahan bagi laki-laki. Keuntungan untuk menikmati akses publik seperti menjadi pemimpin birokrat dan klasifikasi pekerjaan yang lebih mengutamakan laki-laki.