Lihat ke Halaman Asli

Cerpen: Kutukan Kucing dan Cinta yang Ikhlas

Diperbarui: 15 April 2024   20:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kucing, kucing peliharaan. (Sumber: PIXABAY/MAJA CVETOJEVIC) 

Sudah sejak lama penduduk desa sini terkutuk menjadi kucing. Maka tak heran orang- orang yang datang menjuluki "Village of Cat".  Kata seorang kakek, yang duduk di kursi sambil menatap salah satu kucing.

Tahun 1875 aku mengenalmu melalui sebuah pesta di Kafr Nabl, Suriah. Aku megenakan jaket hitam yang molek yang mungkin menggodamu, sedangkan engkau dengan baju hitam, mata yang sayu, bibir yang merah menyapaku dalam sebuah acara. 

Kau sedikit terdiam merenung sepi, sedangkan aku memperhatikanmu terus- menerus. Pesta ini adalah pesta musim panas, namaku Erick seorang pedagang, yang sedang mencari rumah penginapan.

Dan aku memilih daerah Suriah untuk melewati jalanku berdagang. Tetapi kau malah membuatku nyaman di negara ini. Kau megajarkanku banyak arti kasih sayang, terutama pada diri sendiri. 

Namamu Alice seorang gadis pengacara hukum. Dengan kelihaianmu berbicara di depan banyak orang terkadang aku mengagumimu dalam diam.

Kita disini di alun-alun kota dengan pesta musiman, berkenalan hingga aku lupa bahwasanya disini hanya perjalanan. Lagi pula aku adalah seorang pedagang. 

Dua minggu aku kenal denganmu, terasa singkat engkau telah mengambil hatiku. Hari- hati terasa berlalu, semua terasa singkat. Ketika itu tepat di hari minggu, aku dan kamu ingin mengunjungimu ke desa yang ramai, penuh kasih sayang. Tapi juga banyak kriminalitas disini.

Kita bertemu dengan penjaga kedai kafe bernama SIR Thomas. Ia menceritakan asal- usul desa ini. Kita berdua menyimak cerita yang dijelaskanya. 

Bahwasanya dulu ada seorang penyihir di kota ini yang setiap malam bulan purnama penyihir itu keluar, dan memaki- maki penduduk desa hingga setiap penduduk desa itu mengalami sakit. Itu semua akibat perkataan penyihir itu.

Di kafe yang sederhana, lampion- lampion kuning, tembok yang hanya terhias minimalis. Menikmati malam Aku dan kau menikmati setiap cerita darinya, hingga aku sempat ingin mencuri matamu, tapi kau malah mencuri rasaku dengan senyumu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline