Lihat ke Halaman Asli

Ruang Sunyi, Bisu Kelana

Diperbarui: 20 Januari 2023   23:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok pribadi

       Didalam ruang kesunyian selalu ramai dengan kosa kata- kosa kata yang sebenarnya tiada yang berguna, mereka datang layaknya tamu tanpa undangan, seperti kunang- kunang yang hinggap di sebuah rumah yang gelap gulita, konon katanya pemadaman listrik !.

     Tetapi ini bukan soal pemadaman listrik tetapi robohnya tiang- tiang penyangga rumah, oleh hawa nafsu dan angkara. Mengapa kita tidak menghiasi rumah kita sendiri sebelum menghiasi rumah orang lain?

       Terkadang kita terlalu terlena, akan sebuah ritual dan mengabaikan spiritual. Tuhan telah mati, Tuhan telah mati, kata nietsche dan marx. Yang mati sebenarnya kesadaran kita sebagai homo religius, Soren Kierkegaard berulangkali berdakwah tentang hirearki kesadaran manusia. Pernah kah sesekali kita merenung untuk dunia itu?

      Jangan lupa kita punya rumah untuk tempat kita kembali, barang kali dalam perjalanan kita, memang menjadi musafir. Dan kita juga perlu beristirahat dari segala keduniawian yang sebenarnya mati itu mau apa?, Apakah ada susunan acaranya? Atau bagaimana konsepnya?.

      Sungguh misteri, semuanya juga misteri seperti hati wanita kah?, Tetapi ini bukan soal hati, perjalanan kita memang selalu berjalan dinamis, tiada aliran yang statis mulus seperti medan perosotan yang selalu menukik kebawah, ada kalanya kita naik.

       Tetapi hidup ini penuh dengan segala tanda tanya, bahkan tanya itu untuk apa dan siapa, kita tak tahu apa- apa. Dan Pada ahkirnya dengan keinginan kuat, sepeda akan dapat berjalan dan rodanya berputar sesuai dengan tanjakan. 

        Sebab itu aku ingin bercerita, setelah kita mendapatkan apa yang kita inginkan terus, mau kemana? Menciptakan keinginan itu lagi?. Atau memang keinginan manusia itu Abadi?, Hanya jasad lah yang kemudian memisahkanya.

      Tunjukanlah kami jalan yang lurus, kerap kali kita temui dalam bimbingan firman Tuhan. Jalan yang mana?, Ketika jalan tersebut tidak sesuai atau salah rytme nya?, Kita makhluk kontradiktif, seperti yin dan yang, yang hitam pasti ada titik putih, yang putih pasti ada titik hitam. Tiada satu kedimensionalan absolut, multidinensi.

       "Mengalir Jauh Menghidupi Sesama" seperti jargon yang dikatakan prof musya asyari. Kita akan bisu jika dihadapkan keinginan yang selesai disambung selanjutnya. Kata diatas mungkin yang tepat tetapi "ananging ora keli" tidak tergerumus arus yang dahsyat. Harus mampu berdiri diatas tubuh, prinsip,kebaikan, perjuangan, sendiri.  

        Ruang kesunyian sebuah tempat dimana kita mencari jejak langkah kita yang tersembunyi, dimana beberapa ada yang hilang terlebur desir ombak problematika. Dan kita harus kembali berjalan dengan konsistensi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline