A. Jual Beli
Jual dan beli merupakan perbuatan hukum antara pihak penjual di satu pihak dengan pihak pembeli di lain pihak mengenai suatu barang. Transaksi yang berlangsung jujur dan adil amatlah ditekankan dalam perdagangan atau bai oleh Al-qur'an dan Nabi Muhammad SAW. Pasal 1457 KUH perdata mendefinisikan jual dan beli sebagai perjanjian antara penjual dengan pembeli di mana pihak penjual mengikatkan diri untuk menyerahkan benda dan pihak pembeli untuk membayar harga yang sudah diperjanjikan itu.
Perjanjian jual beli bersifat kosensual, yang berarti untuk terjadinya perjanjian jual beli cukup dengan kata sepakat saja, tanpa disyaratkan bentuk - bentuk formal tertentu. Selain itu perjanjian jual beli bersifat obligatoir, artinya dengan sahnya perjanjian jual beli, baru menimbulkan kewajiban kepada para pihak.
Pasal 1478 Kitab Undang - undang Hukum Perdata memberikan hak kepada penjual untuk tidak menyerahkan barang yang di jual olehnya, jika pembeli belum membayar harga barangnya, namun demikian tidak menutup kemungkinan bagi penjual untuk mengizinkan penudaan pembayaran. Kewajiban menanggung (vriwaren) pihak penjual meliputi kewajiban menanggung atas cacat tersembunyi (pasal 1504 Kitab Undang - undang Hukum Perdata).
Kewajiban penjual, pertama wajib menyerahkan barang, dan kedua wajib menanggung pemakaian atas barang yang di jual itu. Kewajiban pembeli adalah membayar harga barang yang di beli. Pembeli berkewajiban pula untuk memikul biaya - biaya tambahan lainnya, kecuali kalau diperjanjikan sebaliknya. Kontrak jual beli, ,menurut Al-Qur'an, hendaknya tertulis, baik kecil maupun besar, bersamaan dengan syarat- syarat dan saksinya. Namun demikian, tidak ada dosa jika kontrak itu tidak tertulis, jika anda lakukan jual beli tersebut berlangsung tunai.
Jenis - jenis jual beli ada empat macam jual beli :
a. muqa'izah : yakni jual beli barang dengan barang.
b. sharf : yakni jual beli tunai dengan tunai, seperti emas dengan perak.
c. salam : yakni jual beli dengan penyerahan barang di belakang, seperti pemeblian gandum yang masih di ladangnya.
d. mutlaq : yakni jual beli bebas barang dengan uang.
jual beli yang terlarang : memerhatikan jenis - jenis kontrak, yang amat umum di Arab pada masa itu, ada beberapa jenis jual beli yang terlarang dan dinyatakan haram oleh Nabi Muhammad karena mengandung unsur - unsur riba, eksploitasi, penipuan, penggelapan, kecurangan, keterangan dusta, ketidakadilan, judi, kebetulan, ataupun ketidak jujuran. Ibnu Umar menyatakan bahwa seseorang berkata kepada Nabi Muhammad SAW:
"sunnguh saya ditipu dalam perdagangan." Beliau bersabda : "jika berlangsung jual beli, katakanlah:"jangan ada penipuan." Lalu orang itu pun selalu mengucapkannya. (Bukhari dan Muslim)
Adapun yang termasuk dalam jual beli yang rusak (al-bay' al-fasid) menurut Imam Hanafi, di antaranya:
a. Jual beli sesuatu yang tidak diketahui (bay' al-majhul). Yang termasuk di dalamnya ketidaktahuan dalam hal barang,harga,waktu penyerahan, dan syarat- syarat dokumentasi barang (wasa'il al-tawtsiq).
b. Jual beli dengan syarat. Misalnya seorang penjual berkata; "Aku menjual rumah ini kepadamu, dengan syarat engkau tidak boleh menjual rumah ini kepada orang lain.
c. Jual beli sesuatu yang belum dilihat. Hal ini diperbolehkan jika ada gambar, akan tetapi Imam Hanafi mensyaratkan ada khiyar ( penentuan pembelian atau pembatalan) ketika barang telah ada.
d. Jual beli Aynah yaitu menurut bahasa berati meminjam/berutang. Misalnya ada seorang laki- laki membeli sesuatu dengan pembayaran dibelakang atau dalam bentuk kredit, kemudian dijual lagi kepada orang yang sama, akan tetapi dengan harga yang kontan.
e. Jual beli anggur untuk bahan baku minuman keras. Pelarangan jual beli ini sudah sangat jelas sekali dan merupakan kesepakatan jumhur ulama.
f. Dua jual beli dalam transaksi satu transaksi ( dua syarat dalm satu transaksi). Transaksi ini dikenal juga dengan bay al-shaf-qah atau bay'atayni fi bay'ah.(Chaudry,2012 : 120-125),
B. Transaksi Tunai dan Kredit
Transaksi adalah kegiatan perekonomian yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang saling melakukan pertukaran, peminjaman dan lain sebagainya yang didasarkan atas kerelaan diantara pihak - pihak tersebut. Transaksi terbagi menjadi dua : transaksi tunai dan kredit . Transaksi tunai adalah bentuk transaksi yang pembayarannya dilakukan secara langsung pada waktu dan tempat dimana transaksi tersebut terjadi. Sedangkan transaksi kredit menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dengan cara memberikan cicilan dalam beberapa jumlah tertentu, dan lebih mahal dari harga kontan. Oleh karena itu, hukum bertransaksi dengan menggunakan kredit para ulama berbeda pendapat : ada yang mengharamkan, menghalalkan ( membolehkan), dan ada juga yang memakruhkan.
a. Kredit yang diharamkan
Dimana Imam al-Bani dan Syaikh Salim berpendapat bahwa transaksi dengan cara kredit sama halnya dengan unsur riba dalam jual beli, karena di antara praktik kredit tersebut terdapat dua transaksi (akad) dalam satu transaksi. Mereka mendasarkan pendapatnya atas dasar hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA adalah sebagai berikut ;
: ( )
Artinya : dari Abu Hurairah ia berkata, Nabi SAW bersabda : " barang siapa melakukan dua transaksi dalam satu transaksi maka baginya kerugian atau riba" (HR. Abu Daud).
Contoh seorang penjual dan pembeli "barang ini kalau tunai harganya segini sedangkan kalau kredit maka harganya segitu". Perkataan penjual yang seperti inilah yang menurut pendapat mereka termasuk kedalam kategori riba.
b. Kredit yang dihalalkan
Para ulama yaitu Ibnu Taimiyah, Zaid bin Ali, Imam Ibnu Qoyim,Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin sholih al Utsaimin,Syaikh al-jibrin dan lainnya. Dimana mereka berpendapat dengan dalil al-Qur'an yang sama yang digunakan oleh golongan sebelumnya yakni surat al-Nisa : 29, karena menurut mereka transaksi kredit sudah memenuhi unsur suka sama suka sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut. menurut mereka, praktik transaksi kredit penjual akan tetap mendapatkan laba yang diinginkannya sementara pembeli juga akan mendapatkan barang yang diinginkanya meskipun uang yang dimilikinya tidak cukup untuk membayar secara tunai.
c. Kredit yang makruh
Ulama yang termasuk golongan ini adalah Dr. Rafiq al-Mishri, yang berpendapat bahwa transaksi kredit hukumnya tidak haram secara mutlak, namun juga tidak halal secara mutlak, tetapi makruh dan termasuk syubhat yang harus dihindari.(Rokhim,2013 : 116-131
C. Riba dalam Ekonomi
Sistem ekonomi memandang bahwa masyarakat yang baik didasarkan atas fundamen yang kokoh adalah masyarakat dimana setiap orang memiliki kesempatan untuk menjadi anggota masyarakat dan pekerja. Sedangkan bila apda masyarakat itu hanya sebagian saja yang bekerja dan sebagian lagi adalah orang malas dan hidupnya tegantung dari orang lain serta memupuk kekayaan dari keringat orang lain, akan menghilangkan keseimbangan dan akan muncul kejahatan.
Karena itu Imam Razi pernah berkata, riba diharamkan di dlam masyarakat islam mencegah orang lain untuk memilki jalan hidup sendiri, karena yang bermodal hidupnya hanya membuat kontrak riba saja dan dari kontrak ini ia dapat menghsilkan modal yang lain baik secara teratur maupun secara berangsur - angsur. Muhammad abduh berkata bahwa tidak semua tambahan diatas modal pokok diharamkan. Menurut beliau, pinjaman yang memakai bunga diperbolehkan, bila masyarakat menghendaki, asal tidak mengabaikan rasa kedailan, rasa persaudaraan, bersifat menolong, dan tidak memberatkan yang berhutang. (Alma,1993 : 281-282)
Daftar Pustaka
Alma, Prof.Dr.H.Buchari.1993. Dasar-Dasar Etika Bisnis islami.Bandung : CV Alfabeta.
Rokhim,Abdul. 2013. Ekonomi Islam Perspektif Muhammad SAW. Jember : STAIN Jember Press.
Chaaudhry, Dr.Muhammad Sharif. 2012. Sistem Ekonomi Islam. Jakarta : PRENADAMEDIA GROUP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H