JAKARTA -- Jika menelisik peninggalan Belanda di Kota Bandung, Gedung Sate adalah salah satu yang begitu mencolok. Gedung yang begitu ikonik ini menjadi suatu nilai sejarah bagi warga Jawa Barat yang masih berdiri kokoh sampai saat ini.
Pembangunan Gedung Sate dilakukan di masa Kolonial Belanda, lebih tepatnya pada 27 Juli 1920. Perancang Gedung Sate terdiri dari beberapa pihak yang diminta untuk menonjolkan unsur tradisional nusantara di dalamnya. Perancang -- perancang tersebut diantaranya adalah Ir. J. Gerber, Ir. Eh. De Roo, dan Ir. G. Hendriks yang merupakan arsitek dari sekolah Belanda yang ada di Belanda.
Gedung Sate disebut sebagai salah bangunan yang kaya akan budaya. Sebutan ini tidak lain tidak bukan diberikan karena dalam pembangunannya memadukan konsep dari Moor Spanyol, model atap mengadopsi Pura di Bali dan Pagoda di Thailand, dan juga yang tidak kalah mewah adalah model Rennaisance Italia.
Pembangunan Gedung Sate merupakan salah satu program yang dirancang pemerintahan Hindia-Belanda. Awalnya ditujukan untuk pusat pemerintahan untuk menggantikan kota Jakarta yang kala itu masih bernama Batavia.
Tidak tanggung -- tanggung, pembangunan gedung yang memadukan berbagai macam konsep dari Asia hingga Eropa ini dilakukan oleh 2.000 perkerja dan 150 pemahat yang memakan waktu 4 tahun lamanya.
Setelah selesai pembangunan, Gedung Sate digunakan oleh pemerintah Hindia Belanda di Bandung sebagai pusat aktivitas Departemen Lalu Lintas dan Pekerjaan Umum.
Setelah usai masa penjajahan Belanda, Gedung Sate Bandung kembali digunakan oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 1980 sebagai Kantor Gubernur Jawa Barat. Sebelum digunakan kembali, Gedung Sate mengalami pemugaran untuk digunakan sebagai tempat bagi Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat menjalankan tugas.
Dualisme Fungsi Gedung Sate
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, pada akhirnya, Gedung Sate di Bandung ini menjadi tempat Wisata yang berada di Kota Bandung dan tidak pernah sepi.