Lihat ke Halaman Asli

Pembiayaan Pembangunan dengan Skema "Build-Operate-Transfer" (Bot)

Diperbarui: 15 Desember 2017   09:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Studi Kasus Pembangunan Jalan Tol Cinere - Jagorawi

Dalam rangka memenuhi kebutuhan terkait perekonomian, perlu dibangun infrastruktur yang memadai oleh pemerintah. Salah satu infrastruktur yang memiliki kaitan erat dengan perekonomian, yaitu jalan. Namun, dalam pengadaan infrastruktur tersebut, pemerintah tidak selalu memiliki anggaran yang cukup. Sehingga diperlukan sumber pembiayaan lain yang berfungsi untuk meng-coverkekurangan anggaran dari pemerintah. Konsep pembiayaan ini dikenal dengan istilah sumber pembiayaan non konvensional, di mana pembiayaann tidak hanya berasal dari pemerintah tetapi melalui kerjasama dengan pihak swasta. 

Salah satu sistem pembiayaan non konvensional yang dilakukan pemerintah dalam pengadaan infrastruktur disebut dengan istilah Public Private Partnershipatau PPP. Menurut Dharmawan (2012), Public Private Partnership (PPP) merupakan suatu model berkepentingan dengan tujuan tertentu untuk mengatasi permasalahan pendanaan yang dialami oleh pemerintah agar percepatan dan pembangunan sarana infrastrktur tetap dapat berlangsung.

Pada sistem Public Private Partnership (PPP) terdapat skema pembiayaan, yaitu Build-Operate-Transfer (BOT). Build-Operate-Transfer (BOT) merupakan salah satu bentuk kerjasama antara pemerintah dan swasta untuk pengelolaan infrastruktur, di mana pihak swasta sebagai investor menyediakan sarana infrastruktur dimulai dari pembebasan tanah sampai dengan pembangunan fisik, dilanjutkan dengan pengoperasiannya untuk mendapatkan pengembalian investasinya dan profit sampai batas waktu tertentu (masa konsensi) kemudian diserahkan kepada pemerintah untuk pengelolaan selanjutnya (Dharmawan, 2012).

Salah satu contoh skema pembiayaan Build-Operate-Transfer (BOT) yaitu pembangunan jalan tol Cinere -- Jagorawi. Pada kasus ini, biaya pembangunan selurunya ditanggung oleh pihak investor (PT. Trans Lingkar Kita Jaya) senilai Rp 420.000.000.000,-. Sedangkan pemerintah memiliki hak atas tanah yang akan dibangun. 

Proyek pembangunan ini  di'pegang' oleh 4 perusahaan sebagai pemilik saham yaitu PT. Transindo Karya Investama dengan saham sebesar Rp 327.634.000.000, PT. Waskita Karya (Persero) dengan saham sebesar Rp 76.208.000.000, PT. Jalan Lingkarluar Jakarta dengan saham sebesar Rp 3.158.000.000, dan PT. Kopnatel Jaya dengan saham sebesar Rp 3.158.000.000. Masa konsensi perusahaan ini dalam pengoperasian jalan tol untuk mengembalikan  modal dan mendapatkan fee yaitu selama 35 tahun.

Meski pembangunan proyek tol Cinere -- Jagorawi dimulai tahun 2005 namun hingga saat ini belum selesai dikerjakan. karena terhambatnya pembebasan tanah oleh masyarakat yang tidak sepakat dengan harga kompensasi tanah yang ditawarkan untuk pembangunan jalan tol ini dan berbagai pertimbangan lain. Hal ini akan berdampak pada kelayakan proyek dan hilangnya potensi pendapatan tol. Untuk menghindari kerugian pada salah satu pihak maka perlu dilakukan perjanjian di awal terkait resiko kerugian untuk masing-masing pihak.

Selain itu, terkait sumber pembiayaan yang digunakan untuk melaksanakan proyek ini, pemerintah bisa menganggarkan pembiayaan untuk pembebasan tanah. Sedangkan pihak investor hanya melakukan kegiatan kontruksi dan pengoperasian.

Sumber:

Dharmawan. 2012. Dampak Ketidak Pastian Waktu P embebasan Tanah Terhadap Besaran Tarif Awal Pada Proyek Investasi Jalan Tol.Tesis. Fakultas Teknik: Universitas Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline