Bagi siswa sekolah dasar, kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (calistung) merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki. Kemampuan ini merupakan hal mutlak yang harus dimiliki seorang siswa.
Namun, tidak sedikit siswa yang belum memiliki kemampuan calistung yang baik. Bahkan siswa SD kelas besar masih membaca terbata-bata. Kondisi ini sungguh sangat memprihatinkan.
Bercermin dari pengalaman ketika saya SD dahulu, kemampuan calistung menjadi syarat utama kenaikan kelas. Setiap siswa akan berusaha dengan keras untuk mencapai kemampuan itu. Bercermin pula pada situasi kini, tidak sedikit siswa yang kurang bahkan tidak memiliki daya juang untuk mencapai kemampuan calistung dengan baik karena berbagai hal. Apa yang salah dengan keadaan ini?
Pengaruh Teknologi Digital
Di era dimana informasi dapat diakses dengan mudah melalui perangkat digital, tantangan untuk meningkatkan minat baca anak justru semakin besar. Minimnya literasi baca anak di tengah gempuran teknologi digital merupakan isu yang semakin mendesak untuk diperhatikan.
Baca juga: Cuaca Ekstrem: Potensi Bahaya Hujan Petir di Sekitar Kita
Berbagai faktor seperti pengaruh teknologi, kurangnya kebiasaan membaca, dan peran orang tua dalam membangun budaya literasi di rumah turut berkontribusi terhadap fenomena ini.
Teknologi digital memang telah mengubah cara anak untuk mengakses informasi. Dengan dukungan smartphone, tablet, dan komputer, anak-anak cenderung menghabiskan waktu mereka bermain game atau menonton video daripada membaca buku.
Menurut penelitian, anak-anak yang terpapar pada konten digital yang berlebihan cenderung memiliki minat baca yang rendah. Hal ini disebabkan oleh sifat konten digital yang sering kali lebih menarik dan interaktif dibandingkan dengan buku cetak. Banyak aplikasi dan permainan edukatif yang dirancang untuk menarik perhatian anak-anak, tidak selalu berfokus pada pengembangan literasi.
Kurangnya Kebiasaan Membaca