Dalam beberapa pertemuan belakangan ini, saya sering kali mendengar perbincangan teman-teman tentang wacana pencantuman kadar gula di dalam kemasan makanan. Perbincangan itu muncul ketika ada suguhan makanan dan minuman yang terasa manis.
Saat ini, mudah sekali menemukan gerai-gerai yang menyajikan minuman yang manis dan dingin. Apalagi, di tengah udara yang panas baik siang atau malam, minuman dingin dan manis terasa menyegarkan dan nikmat. Dengan berbagai teknik penjualan yang memikat, para pembeli akan dengan senang hati membelinya. Apalagi, di kota besar seperti Jakarta dan kota besar lainnya.
Wacana yang disiapkan oleh pemerintah itu untuk mengelompokkan makanan sehat dan tidak sehat. Saya sempat mendengar tentang isu yang sama dilakukan oleh pemerintah Singapura tahun 2023 lalu. Mereka menerapkan program Nutrigrade yang mengatur kadar gula dan lemak jenuh.
Pemerintah Indonesia meluncurkan wacana ini seiring dengan kenaikan angka kasus diabetes sampai obesitas yang cukup besar hingga 10 kali lipat dalam beberapa tahun terakhir.
Trend Obesitas dan Diabetes
Katadata Databoks mencatat bahwa penderita diabetes di Indonesia merupakan jumlah yang terbesar kelima di dunia. Menurut data, pada tahun 2021, jumlah pengidap diabetes di Indonesia mencapai 19,47 juta dari jumlah populasi penduduk sebesar 179,72 juta. Jumlah ini menunjukkan bahwa prevalensi diabetes di Indonesia terhitung besar yakni sebesar 10,6%.
Melihat trend peningkatan penderita diabetes yang besar ini, wacana pencantuman kadar gula di dalam kemasan makanan kelihatannya menjadi hal yang penting. Jika, wacana ini terealisasi, masyarakat dapat dengan mudah mengetahui kadar gula dalam kemasan makanan atau minuman yang mereka beli.
Dalam banyak kesempatan, banyak informasi disampaikan oleh para pakar dan pemerhati kesehatan berkaitan dengan pentingnya menjaga kadar gula dalam tubuh dan manfaatnya bagi kesehatan diri. Tetapi, masyarakat awam memiliki kendala untuk mengetahui dan mengukur kadar gula yang mereka konsumsi.
Edukasi Masyarakat