Terbayang di masa kecil dulu, di bulan-bulan seperti sekarang. Momen bermain, bersekolah, bepergian, dan lain-lain ditemani sinar matahari dan air hujan. Keduanya cenderung hadir lebih "teratur".
Ketika memasuki bulan September hingga Februari, dapat dipastikan, ibu saya akan membekali dengan payung, dan kantong plastik untuk membungkus sepatu. Selain itu, sudah ada rencana mandi hujan bersama teman-teman di musim hujan.
Begitu juga, ketika memasuki bulan Maret sampai Agustus, dapat dipastikan pula, area bermain lebih luas jangkauannya di tengah cuaca panas di musim kemarau.
│Baca juga: Malaikat Tanpa Sayap
Kini, rasanya agak sulit membedakan kapan musim kemarau dan musim hujan. Kedua cuaca ini seolah datang "sesuka hatinya."
Dari beberapa literatur, perubahan cuaca tampaknya disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca yang menghangatkan suhu global. Selain itu, emisi dari industri dan kendaraan bermotor menghasilkan polusi udara yang dapat mempengaruhi iklim dengan mempengaruhi pola cuaca lokal dan mempercepat pemanasan global.
Di sisi lain, perubahan dalam penggunaan lahan, seperti konversi hutan menjadi lahan pertanian atau perkotaan, dapat mempengaruhi siklus air dan iklim mikro di wilayah tertentu.
Kombinasi dari faktor-faktor ini dan interaksi mereka merupakan penyebab utama dari perubahan iklim yang diamati saat ini. Upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperbaiki pengelolaan sumber daya alam menjadi sangat penting untuk memitigasi dampak perubahan iklim di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H