Lihat ke Halaman Asli

Di Bawah Bayang-bayang Gelombang

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_137103" align="alignright" width="298" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com/TPGImages)"][/caption] Minggu siang, 9 Mei 2010, Chairul Mudasir, pelajar SMA 2 Meulaboh Aceh Barat bersama belasan kawan pelajar yang lain dari berbagai Sekolah Menengah Atas baru saja memulai makan siang. Ruang pertemuan SUNSPIRIT yang disulap menjadi studio radio tampak penuh dengan aneka hidangan: tiga piring ayam balado, tiga piring sop ceker-kentang, dua termos nasi, dua mangkuk sambal terasi, dan lima kardus air meneral. Mereka sudah sedang mempersiapkan diri karena seusai makan siang, kelompok pelajar yang tergabung dalam Peace and Green Communty ini akan melaksanakan siaran langsung, sebagaimana yang telah dilaksanakan secara rutin setiap hari minggu siang. Ahmed Warizal, pelajar MAN Meulaboh Aceh Barat dan Bambang, pelajar SMA 2 Aceh Barat yang mendapat kesempatan menjadi penyiar pada kesempatan tersebut tampak sedang membaca materi siaran. “Rencananya tema yang akan dibahas dalam siaran langsung ini adalah tentang kaum dan Islam” kata Ahmed. Namun, belum beberapa sendok nasi dikunyah, tiba-tiba bumi Teuku Umar- Meulaboh bergoncang. Gempa bumi dengan potensi tsunami ternyata kembali melanda wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Seperti dirilis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, gempa berkekuatan 7,2 skala Richter itu terjadi pada pukul 12.59 dengan kedalaman 30 kilometer. BMKG menyebutkan, lokasi gempa berpusat di 3.61 Lintang Utara dan 95.84 Bujur Timur atau 66 kilometer barat daya Meulaboh, 110 kilometer barat daya Blang Pidie, 126 kilometer barat laut Labuhan Haji, dan 138 kilometer barat laut Sinabang. Belasan pelajar itu pun berhamburan ke luar ruangan pertemuan, meninggalkan piringan nasi yang belum tuntas dihabiskan. Beberapa pelajar yang lain tersintak hingga terjerembab di rumput yang masih setengah basah. Santy, pelajar SMA 2 Meulaboh Aceh Barat, tampak berdiri mematung, tanpa kata. Sesekali ia melempar pandang ke kiri dan ke kanan. Cicy Nursiah dan Dewi Sartika pelajar SMA 3 Meulaboh spontan menghibupkan sepeda motor, “Di rumah tidak ada orang, hanya adik sendiri” kata Cicy sebelum pergi. Pelajar yang lain mencoba menenangkan kawan-kawan mereka yang lain untuk tidak panik, tetapi mau apa dikata, dalam situasi yang serupa ‘hilang akal’ mereka berhamburan menyelamatkan diri. “Siaran batal” kata Ahmed, “Mau bagaimana lagi, kekuatan alam tidak bisa kita lawan” lanjutnya.Kepanikan yang sama tidak hanya terjadi di kompleks radio Dalka dan Kantor Sunspirit, dimana belasan pelajar itu berkumpul. Di beberapa jalan utama, pusat kota Meulaboh, seperti jalan Teuku Umar, jalan Nasional, jalan Manek Roo, Jalan Gajah Mada dan Jalan Sisingamangaraja suasana tampak lebih dramatis. Warga berhamburan di jalanan kota. Tak terbantahkan, bahwa sebenarnya bayang-bayang gempa dan gelombang tsunami yang melanda Nanggroe Aceh Darusllam pada 26 Desember 2004 masih melekat dalam ingatan warga Meulaboh.***




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline