Humor merupakan suatu hal yang membuat tidak hanya sekedar lucu, tetapi membuat sehingga apa yang dikatakan dapat menghindari provokasi dan pencelaan. Gus Dur merupakan suatu figur yang sangat penting dalam konteks mata dunia politik Indonesia, karena beliau merupakan salah satu atau satu-satunya pemimpin yang menggunakan humor, dalam bentuk teks anekdot, dalam pembicaraannya.
Teks anekdot merupakan salah satu bentuk cerita yang mempunyai tujuan untuk menyindirkan atau memberi kritik terhadap sesuatu dengan cara yang humoris dan tersirat dalam maknanya. Umumnya, hal ini dilakukan untuk mengurangi kekuatan pukulan dari sindiran tersebut sehingga orang-orang dapat memahami arti teks tersebut tanpa terasa tersinggung, melainkan canda dan tawa.
Salah satu contoh teks anekdot merupakan teks "Magis Meraih Maksimal" ditulis oleh Christophorus Daniel Kurniawan. Teks ini merupakan suatu canda yang berpusat pada retorik magis yang bisa diubah sehingga sesuai dengan apa yang diinginkan oleh setiap orang, serta bagaimana korupsi yang sudah menjadi suatu kebiasaan di kehidupan masyarakat yang anak-anak saja sudah melatihkan diri karena melihat korupsi sebagai suatu keseharian. Walaupun panjang, cerita tersebut ingin menunjukkan sifat seorang anak yang masih kurang mengenal dunia nyata, namun sebenarnya hanya tidak ingin menunjukkan sisinya yang mengetahui, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Teks anekdot seperti di atas dan banyak yang lain mempunyai fungsi untuk mengekspresikan opini dari orang-orang dengan cara yang tidak membuat orang yang sepemikiran dengan apa yang disindirkan dalam teks anekdot menjadi tersinggung. Unsur canda dan tawa dalam teks anekdot diharapkan menjadi fokus utama dari cerita tersebut dibandingkan dengan kritikan yang diberikan, baik dari unsur cara penceritaan, karakter maupun alur.
Melihat bagaimana di zaman sekarang, orang terasa lebih mudah unduk merasa tersinggung daripada masa-masa dahulu, teks anekdot merupakan salah satu cara di saat ini untuk membuat suatu sindiran yang mengekspresikan baik kekecewaan, kemarahan maupun kelucuan tanpa menjadi target orang-orang yang sensitif. Terutama di dunia digital, banyak netizen merasakan bahwa mereka mudah sekali tersinggung dan bisa mengekspresikan ketidaksenangannya kepada orang tanpa akibat lain. Gus Dur, dalam artikel tersebut menggunakan stigma bahwa banyak orang awam yang tidak memiliki kemampuan untuk berbahasa Arab untuk membuat lelucon bahwa orang hanya memiliki suatu perspektif yang mereka pegang dengan erat tanpa memikirkan konteks yang lebih besar dan luas, yakni bahwa Gus Dur dan para kiai sebenarnya mendiskusikan informasi daripada berdoa seperti yang dikira para intel.
Secara ringkas, artikel ini menjelaskan humor dan penggunaan teks anekdot sebagai media humor dalam topik-topik yang bagi banyak orang dapat bersifat personal. Adanya teks anekdot memperbolehkan banyak orang untuk memberikan opini mereka secara tersirat tanpa membuat orang tersinggung, ini merupakan suatu aset yang tak bernilai di masa kini.
Saran saya adalah untuk memberikan suatu perspektif di masa kini dan tidak hanya di masa lalu sebagai sarana komparasi kedua masa. Contohnya seperti bagaimana di zaman dahulu, pergerakan informasi dari satu tempat ke tempat lain harus dilakukan secara lambat, melalui surat kabar dan komunikasi langsung, sehingga memberikan tanggapan terhadap suatu informasi memerlukan waktu yang cukup lama.
Sekarang, pergerakan informasi dapat cepat disebarkan oleh sosial media, sehingga tanggapan opini apapun terhadap suatu topik dapat ditanggapi kembali oleh orang-orang yang sedang membaca. Sayangnya, ini juga berarti dengan adanya pembeda antara dunia maya dan dunia nyata, yang membuat banyak orang lebih ekspresif terhadap apa yang mereka lihat apalagi kalau mereka tidak menyukai sesuatu, dikarenakan dunia maya itu bagaikan pembatas antara diri mereka dengan orang yang dikomentari. Akibatnya, sekarang ada banyak orang yang bisa saja tersinggung akan hal-hal yang sangat miniskul dan mengekspresikan hal mereka dengan terlalu dramatis sehingga mengakibatkan drama di media sosial untuk kesenangan mereka sendiri. Ini adalah salah satu perbedaan dimana masa lalu bisa dikatakan bersifat lebih aman bagi pemberi tanggapan dan sindiran karena pemberian informasi bersifat lebih fisik. (CDK/8)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H