Mencermati wabah pandemi Covid-19 yang mulai menjalar di Indonesia mulai Maret 2020 dan telah memusingkan dua ratus enam puluh juta penduduk. Semula kita berharap kajian-kajian dari perguruan tinggi ternama UGM dan ITB yang memprediksi Covid-19 akan berakhir bulan Juni atau Juli, menjadi kenyataan.
Ternyata hingga memasuki awal Agustus ini yang merupakan bulan sakral bangsa dalam memperingati kemerdekaan, Covid-19 masih menjadi monster yang mengerikan jauh lebih ganas dari penjajahan. Curva terus naik, sempat melandai sebentar untuk menumbuhkan sedikit harapan, tetapi setelah itu terus mengalami pasang.
Hingga sampai (05/08) tercatat 116.871 positif, sembuh 73.889 dan merenggut nyawa 5.452, sampai-sampai seorang Yurianto kelelahan sebagai jubir Covid-19 dan digantikan dokter cantik Reisa. Sungguhpun demikian tidak sedikit masyarakat yang lelah mengikuti konferensi pers, kalau tidak mau dikatakan frustasi karena statistik tak beranjak turun.
Sedikit angin segar beberapa negara maju yang menerapkan lockdown namun tidak berhasil menurunkan korban Covid-19, dibayar mahal dengan ekonomi yang Senen-Kemis. Minimal Indonesia punya teman yang gagal juga dalam menangani virus mematikan tersebut, lho.
Di kuartal 1 Indonesia masih membusungkan dada dengan pertumbuhan ekonomi 2.97%, sedangkan negara lain mengalami pertumbuhan negatif, Italia minus 4.7%, Perancis minus 5.8%, Jerman minus 2.2%, Jepang minus 0.9%, Singapura minus 3.3%, Korsel minus 1.3% (Kumparan,24 Juli 2020).
Namun kwartal II dengan segala upaya pemerintah, tidak sanggup mempertahankan pertumbuhan ekonomi positif. Kemarin (05/08) Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan negatif 5.32%, serem.
Pertumbuhan ekonomi Kota Singa Singapore minus 41.2%, Negeri Paman Sam AS minus 32,9%, Negeri Hitler Jerman minus 10,1%, Negeri Ginseng Korsel minus 3.3% dan negara-negara tersebut telah mengumumkan mengalami resesi (CNBC, 31 Juli 2020).
Indonesia Memasuki Resesi Ekonomi
Resesi atau kemerosotan adalah suatu kondisi ekonomi suatu negara ketika pertumbuhan ekonomi mengalami pertumbuhan minus selama dua kali kuartal berturut-turut atau lebih dalam rentang satu tahun. Melihat kondisi saat ini kemungkinan pada kuartal III, Negeri Zamrud Khatulistiwa ini masih mengalami pertumbuhan minus, walaupun kita berharap sebaliknya.
Dan pada awal bulan Oktober nanti siap-siap Presiden Jokowi atau kalau kurang percaya diri akan di wakili sang srikandi menteri keuangan Sri Mulyani, mengumumkan kalau bangsa ini memasuki resesi, atau menolak disebut resesi?, wallahualam.
Sebagai bangsa besar masyarakat harus menghadapi dengan optimisme dengan menunjukkan keberanian keluar rumah untuk bekerja, dengan memperhatikan protokol kesehatan. Lupakan lockdown karena tidak cukup efektif untuk mematikan virus.