Pada jaman purbakala manakala peradaban masih jauh tertinggal, berlaku hukum siapa yang kuat itu yang menang, dan hukum alam yang kuat akan memakan yang lemah.
Bagaimana kepintaran otak belum berlaku tetapi kekuatan otot menjadi faktor penentu bagi orang untuk bertahan hidup. Survival menjadi gol masa itu, sehingga orang harus melatih fisik supaya siap menghadapi tantangan apa saja yang akan terjadi di hutan.
Mereka hidup berkelompok dan berpindah-pindah tempat (nomaden) untuk aktif mencari tempat baru yang aman.
Mereka bisa berperang untuk mempertahankan wilayahnya yang dia anggap telah memberikan penghidupan baginya. Kehidupan kasih belum tampak pada orang di jaman itu, mereka berpikir sempit hanya untuk pemenuhan kebutuhan bertahan untuk hidup.
Kasih misalnya hanya sebatas orang tua memberikan makan pada anaknya dan melindungi dari ancaman binatang buas, tetapi ketika anak itu sudah dewasa maka ia bertanggung jawab atas hidunya sendiri.
Sejatinya kasih mereka layaknya induk binatang yang memberikan makan anaknya dan melindungi anaknya dari ancaman dari binatang buas.
Sesuai dengan perkembangan jaman maka kasih mengalami evolusi dan menjadi beraneka ragam respons kasih kepada orang lain, sebagai bentuk sebab-akibat atas suatu peristiwa.
"Dalam setiap keindahan, selalu ada mata yang memandang. Dalam setiap kebenaran, selalu ada telinga yang mendengar. Dalam setiap kasih, selalu ada hati yang menerima". - Helen Keller
Menurut KBBI 'kasih' berarti perasaan sayang (cinta, suka kepada), tetapi juga bisa diartikan memberi. Kalau memperhatikan arti dari kasih tersebut berarti ada dua sisi kasih yang pertama kasih itu tidak kelihatan karena ada pada domain perasaan. Dan yang kedua perasaan tersebut bisa di wujudkan dalam tindakan kepada orang lain bisa berupa ungkapan dan bentuk barang yang ia diberikan.
Apabila dipilah-pilah maka kita dapati 5 (lima) tingkatan kasih sebagai berikut :