Lihat ke Halaman Asli

Kris Hadiwiardjo

Penulis, Eks Penulis Artikel Bisnis, Ekonomi, Teknologi Harian Pelita

Surat yang Tak Pernah Sampai

Diperbarui: 26 Oktober 2024   12:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karya Personal

Surat yang Tak Pernah Sampai

Dua puluh tahun lalu, seorang pemuda bernama Arman menuangkan perasaan terdalamnya dalam sebuah surat. Surat itu adalah wujud cinta pertamanya untuk seorang wanita bernama Laila. Saat itu, Arman terlalu gugup untuk menyampaikan perasaannya langsung, jadi ia menulis dengan hati-hati, memilih setiap kata dengan seksama, berharap surat itu bisa menyentuh hati Laila. Namun, ia tidak mengirimkan surat itu sendiri. Ia mempercayakan surat tersebut kepada sahabatnya, Hasan, yang saat itu berjanji akan memberikannya langsung kepada Laila.

"Hasan, pastikan surat ini sampai ke Laila, ya?" pinta Arman dengan wajah penuh harap. Hasan hanya mengangguk, menyimpan surat itu dalam sakunya tanpa banyak bicara. Arman tidak pernah meragukan Hasan. Persahabatan mereka erat, penuh kepercayaan, dan Arman merasa yakin bahwa Hasan akan menjaga rahasianya dengan baik.

Waktu berlalu. Hari-hari penuh harap berubah menjadi tahun-tahun penuh kesedihan. Arman menanti dengan gelisah, namun Laila tidak pernah memberikan balasan. Setiap kali mereka bertemu, Laila hanya bersikap biasa. Tidak ada tanda-tanda bahwa ia memahami perasaan Arman yang mendalam.

Dua Puluh Tahun Penantian

Bertahun-tahun kemudian, jalan hidup membawa Arman dan Laila pada takdir yang berbeda. Laila menikah dengan orang lain dan memiliki keluarga kecil yang bahagia. Sementara itu, Arman memilih untuk hidup dalam kesendirian, hatinya tetap terbelenggu dalam cinta yang tak tersampaikan. Meski tahu Laila telah melanjutkan hidupnya, bagian dalam diri Arman masih menanti penjelasan atas surat yang tak pernah dijawab.

Suatu hari, secara tak terduga, Arman bertemu dengan Laila di sebuah acara pertemuan alumni sekolah. Laila masih cantik, dan senyumnya yang dulu dirindukan Arman kini membuat hatinya berdegup tak karuan. Setelah berbincang singkat, keberanian Arman muncul, dan ia memutuskan untuk menanyakan tentang surat itu.

"Laila, apakah kamu masih ingat surat yang aku kirimkan padamu dua puluh tahun lalu?" tanya Arman dengan suara bergetar.

Laila menatap Arman dengan bingung, lalu berkata, "Surat? Surat apa yang kau maksud, Arman?"

Jawaban itu mengejutkan Arman. "Surat yang kutitipkan kepada Hasan... yang isinya tentang perasaanku padamu."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline