Ilusi Keadilan: Adil untuk Siapa dan Seperti Apa?
Dunia ini tidak adil. Jadi biasakanlah (Bill Gates)
Keadilan adalah salah satu konsep yang sering didengungkan dalam berbagai wacana sosial, politik, dan hukum. Banyak yang menganggap keadilan sebagai landasan etis yang universal dan harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, kenyataannya, keadilan lebih sering menjadi ilusi yang sulit dicapai. Banyak dari kita memiliki pandangan berbeda tentang apa yang disebut dengan keadilan, yang menyebabkan munculnya konflik kepentingan dan kekecewaan terhadap institusi yang seharusnya menjaga prinsip tersebut.
Dalam artikel ini, kita akan membahas mengapa keadilan lebih sering terlihat sebagai idealisme utopis yang sulit diwujudkan dalam dunia nyata. Dengan memanfaatkan teori psikologi dan sosial, kita akan mengurai ilusi keadilan dan menggali apakah keadilan benar-benar relevan dalam dunia yang kompleks ini, atau jika konsep tersebut perlu digantikan dengan sesuatu yang lebih empiris dan terukur.
Keadilan sebagai Slogan
Pertama-tama, mari kita mulai dengan mengakui satu hal: keadilan adalah slogan yang sangat menarik. Dari pidato politik hingga kampanye hak asasi manusia, kata "keadilan" sering digunakan untuk menarik dukungan emosional. Namun, seringkali apa yang dijanjikan oleh slogan keadilan ini tidak sejalan dengan apa yang benar-benar terjadi di lapangan.
Mengapa demikian? Salah satu alasannya adalah karena keadilan itu sendiri merupakan konsep yang sangat subjektif. Ketika seseorang berbicara tentang keadilan, ia sering kali merujuk pada definisi pribadi yang didasarkan pada pengalaman hidup, nilai-nilai budaya, dan kepentingan pribadi.
Hal ini sejalan dengan teori relativisme moral dalam psikologi sosial, yang menunjukkan bahwa individu cenderung mendefinisikan keadilan berdasarkan apa yang mereka anggap benar atau salah, tanpa mempertimbangkan standar objektif yang mungkin berbeda dari orang lain (Forsyth, 1980).
Misalnya, sekelompok orang mungkin merasa bahwa keadilan tercapai ketika hak-hak individu dihormati sepenuhnya, sementara kelompok lain mungkin merasa bahwa keadilan berarti tercapainya kesetaraan sosial dan ekonomi, meskipun itu memerlukan pembatasan tertentu terhadap hak individu. Maka, pertanyaan utamanya adalah: keadilan untuk siapa? Keadilan untuk individu atau masyarakat secara keseluruhan?