SURAT BISU
Di antara hening, kau titipkan surat ini,
Satu lembar kertas, merobek semua janji.
Hatiku terhenti, tak percaya dengan kata,
Mengapa semua ini berakhir tanpa suara?
Telah ku serahkan segalanya, cinta dan harapan,
Namun di ujung cerita, kau pilih pergi dengan alasan.
Kau tuliskan kata-kata, seakan menggenggam pisau,
Menusuk dalam jiwa, menghancurkan apa yang kau tahu.
Di luar, langit mendung, seolah merasakan,
Badai mengamuk, seperti jiwaku yang bergejolak.
Aku ingin berteriak pada angin dan ombak,
"Kenapa harus begini? Mengapa kau pergi tanpa jejak?"
Kau tak tahu, surat ini adalah beban,
Setiap hurufnya mengingatkan pada kenangan.
Air mata mengalir, mengganti deru hujan,
Seakan semesta pun merasakan kepedihan.
Aku menatap lautan yang liar dan ganas,
Kekacauan ini, takkan pernah terbayang olehku.
Mendapatkan kepastian dari badai yang menerjang,
Namun semua hanya menyisakan keheningan yang menekan.
Kepada langit, aku menantang untuk berbicara,
"Mengapa semua ini terjadi? Di mana cinta kita?"
Namun tak ada jawaban, hanya sunyi yang menganga,
Menelusuri relung hati yang hancur dan remuk redam.
Kini, di hadapan surat ini, aku berjuang,
Menghadapi kenyataan yang kian menyesakkan.
Satu lembar kertas bisa menghapus cinta yang ada,
Hati ini kini kosong, terjebak dalam luka dan rasa.
Di tengah badai, aku berseru tanpa suara,
Menghadapi segala kepedihan, tanpa siapa pun mendengar.
Satu surat, satu pilihan, mengubah segalanya,
Dan aku terdampar, dalam kesunyian yang tak terhingga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H