Hi, everyone, apa kabar?
Masih sehat dan bahagia?
Sabtu kemarin, mimin sudah mengajak kalian ke Berlin. Tepatnya ngobrol bersama mbak Lina Berlina. Perempuan Bandung kelahiran 1959 itu nggak menyangka kalau suatu hari akan tinggal di Berlin, Jerman.
Berlina adalah nama dokter yang membantu proses kelahiran mbak Lina. Nggak tahunya benar-benar di Berlin (aaaa). Mbak Lina sekarang menjadi desainer lurik di sana.
Eh, lurik? Bukankah ini kain kampung yang dipakai rakyat jelata zaman dulu? Rupanya Mbak Lina punya alasan khusus, betul, karena filosofi lurik yang luar biasa.
Alat tenun lurik sendiri sudah ada di salah satu relief Borobudur. Artinya tahun 1033 itu lurik sudah dikenal. Waktu itu, seorang kesatria meminang seorang putri raja dengan mempersembahkan seserahan alat tenun lurik. Dan mungkin bisa saja lurik dipakai di kalangan bangsawan karena pernikahan tersebut?
Yang jelas, bisnis Mbak Lina maju. Ia sendiri mulai mempelajari mode dan desain pada tahun 1988 di Bandung. Dan ternyata inilah passion yang ia temukan sebagai jalan hidupnya.
Makanya walaupun sudah kuliah jurusan kesekretariatan di Akademi Taruna Bakti, dan menjadi sekretaris sukses yang pernah mendampingi pengusaha Nyoman Nuarta dan beberapa tempat lainnya, ia balik lagi ke urusan fashion. Buah nggak jauh jatuhnya dari pohon. Bakat melukis mengalir dari ibunda.
Dari awal, tanggapan dan dukungan masyarakat Jerman terhadap hasil karyanya bagus. Ia punya banyak pelanggan setia. Mereka ini sangat menghargai produk LB, merk barang lurik dari mbak Lina, lantaran ada sejarah klasik yang tersimpan pada "the magic strips."
Sayangnya banyak masyarakat Indonesia sendiri yang tidak tertarik untuk memakai produknya kerana menganggap produk branded internasional yang sudah tersebar di mana-mana itu lebih bergengsi. Harganya sama, lagi.