Lihat ke Halaman Asli

Koteka Kompasiana

TERVERIFIKASI

Komunitas Traveler Kompasiana

Ngobrol Bareng Difabel yang Hobi Menulis dan Travel Secara Virtual, Yuk!

Diperbarui: 10 Agustus 2021   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jumpa Sabtu, kita ke Lombok Timur! (Dok-Koteka)

Hello, semuanya. Apa kabar? Masih sehat dan bahagia, kan.

Sabtu lalu Komunitas Traveler Kompasiana sudah mengundang bapak Sudirman, seniman reog Ponorogo yang sangat mencintai dan melestarikan tarian khas daerah tempat ia dilahirkan. 

Didampingi pak Agus dan pak Warno, serta berlatar belakang "dadak merak" si barong reog Ponorogo yang tingginya 3 meter dan butuh kadigdayan untuk menyungginya, pak Dirman banyak bercerita tentang pengalamannya mulai dari kecil menarikan tarian tersebut. Profesor Nursila di Jakarta juga turut hadir untuk berbagi tentang pengalamannya meneliti reog Ponorogo. 

"Ngelmu iku kelakone kanti laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani. Setya budya pangekese, dur angkara." Setiap ilmu itu akan didapatkan jika sudah dipelajari. Untuk mempelajari sebuah ilmu, butuh usaha dan jalan khusus untuk memiliki kemampuan yang diinginkan tersebut. 

Kini, pak Dirman merasa bangga berhasil membuat tarian ini sebagai muatan lokal di sekolah, anak-anak pun sampai diuji kemampuannya lengkap dengan perkakas dan baju adat yang semakin membuat karisma tarian mencorong. 

Ini bagai tetesan air sejuk di padang pasir, di mana banyak generasi muda yang kurang perhatian terhadap budaya sendiri dan terlena dengan budaya negara lain. 

Kalau terus begitu, siapa yang akan melestarikan budaya negeri sendiri? Seperti kita ketahui, banyak bule atau warga asing yang justru tekun belajar kesenian kita. Jangan sampai kita harus belajar ke luar negeri untuk mempelajari budaya tanah air tercinta Indonesia Raya.

Semoga suatu hari nanti pak Dirman dan atau reog ini mendunia. Meskipun ada cerita miring tentang pembakaran reog di Malaysia dan Filipina, yang membuat dada serasa sesak tetapi pasti ada harapan baru di masa mendatang.

Sudah bukan rahasia lagi kalau reog ini dikategorikan sebagai tarian magis. Meskipun hanya barong dan 2 penari jatilan itu sudah boleh disebut sebagai reog. Jadi nggak perlu serombongan segambreng seperti yang sering terlihat di media massa. Itu kata pak Dirman.

Rasanya juga bangga melihat video rekaman duet pak Dirman dengan eyang Didik Nini Towok dalam zoom ke-47 yang dimoderatori oleh Ony Jamhari, mengingat moderator Nanang Diyanto sedang ada di ruang operasi untuk menangani pasien Covid19. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline