Lihat ke Halaman Asli

rizqa lahuddin

rizqa lahuddin

Menyambut Era Pajak Karbon, Sebenarnya Seperti Apa Sih Konsepnya?

Diperbarui: 4 Oktober 2023   01:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pajak karbon adalah upaya pemerintah mengendalikan perubahan iklim yang kian masif, di mana pajak karbon di Indonesia menggunakan skema cap and tax. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Bayangkan ada sebuah cafe dan toko tanaman menempati lantai satu dan dua pada bangunan yang sama seperti pada gambar di bawah. Cafe tersebut lebih dulu berdiri dan sekitar setengah tahun kemudian, lantai dua bangunan tersebut ternyata disewa oleh seorang pengusaha tanaman. Pemilik cafe menyadari, bahwa sejak lantai atas ditempati, biaya operasional cafe tersebut menjadi menurun dan penjualannya meningkat. 

Setelah diidentifikasi, ternyata biaya listrik menjadi lebih hemat dan pengunjung juga meningkat. Karena biaya operasional berkurang maka pemilik cafe berani menurunkan harga latte dari awalnya Rp 25.000 menjadi Rp 20.000. 

Beberapa pengunjung suka membuat konten disini karena udaranya segar dan cocok untuk dipamerkan di media sosial. Cafe pesaing yang terletak tidak jauh dari cafe ini pada akhirnya sepi dan bangkrut, karena tidak memungkinkan baginya untuk bersaing dari sisi harga dan tidak mendapatkan promosi gratis seperti ini.

Dengan adanya toko tanaman di lantai dua, maka keseluruhan bangunan menjadi lebih sejuk, udaranya lebih segar dan dari sisi penampilan juga menjadi lebih instagramable. Tetapi dari sudut pandang pemilik cafe, "keberadaan toko tanaman" tidak pernah diperhitungkan. 

Laporan keuangan atau struktur biaya cafe tidak akan mencantumkan keterangan apapun. Jika saya diajak menanamkan modal oleh pemilik cafe dan hanya membaca laporan keuangannya, maka hanya terlihat usaha yang sehat dan menguntungkan. 

Ternyata dua tahun berikutnya, toko tanaman di atas pindah lokasi karena kekurangan biaya operasional Rp10.000.000 per tahun sementara penyewa penggantinya adalah seorang pengacara yang karena ingin terlihat profesional, desain lantai atas diubah menjadi lebih "kaku" dan "formal". 

Karena tidak ada lagi tanaman, ruangan lantai bawah menjadi kembali ke suhu normal, dan biaya operasional kembali meningkat sementara harga latte tidak mungkin dinaikkan karena pelanggan tidak menyukai kenaikan harga. Pengunjung juga berkurang karena penampilan gedung cafe tidak lagi menarik untuk menjadi tempat membuat konten tiktok. 

Konsep seperti cerita di atas disebut dengan externalities, yaitu adanya faktor di luar ruang lingkup satu pihak yang ternyata mempengaruhi pihak lain, tetapi tidak tercermin dari struktur biaya atau keuangan perusahaan yang dipengaruhi.

Externalities bisa berdampak positif seperti cerita cafe-toko tanaman diatas, tetapi dapat berdampak negatif seperti misalnya penyewa lantai dua sejak awal merupakan toko furniture yang berisik dan debu kayunya terbang kemana-mana.

Jika si pemilik cafe sadar dengan konsep externalities ini sejak awal, maka dia bisa menghitung bahwa jika dia sendiri yang harus menanggung biaya tanaman dan mendekor lantai dua maka dia harus merogoh kocek Rp 15.000.000. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline