Lihat ke Halaman Asli

rizqa lahuddin

rizqa lahuddin

Pajak Natura dan Filosofi di Baliknya

Diperbarui: 24 Juli 2023   01:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Menyoal Rencana Pengenaan Pajak Natura. (Sumber: KOMPAS/Heryunanto)

Bayangkan seseorang sedang mencari pekerjaan, lalu mendapatkan dua tawaran menarik dari perusahaan yang mirip-mirip dan kebetulan berada di lokasi yang sama pula (misal: komplek ruko yang berada di jalan utama daerah Bintaro) sebagai berikut:

Perusahaan pertama, PT. ABC menawarkan Gaji Rp.5.000.000 + Tunjangan Rp.3.000.000

Perusahaan kedua, PT. XYZ menawarkan Gaji Rp.5.000.000 + Tunjangan Rp.2.000.000 tetapi lantai paling atas ruko tersebut yang sudah terbagi menjadi beberapa kamar boleh dipergunakan sebagai mess pekerja lengkap dengan listrik, air dan wifi.

Bagi calon karyawan yang belum berkeluarga, tentu saja PT.XYZ terlihat lebih masuk akal karena mencari kos di kawasan strategis Bintaro bisa sangat mahal apalagi jika harus membayar lagi untuk listrik, pulsa dan internet yang jika dinilai dengan uang, bisa lebih dari yang ditawarkan PT. ABC. Fasilitas tempat tinggal inilah yang dimaksud sebagai natura atau kenikmatan.

Hanya ada satu masalah dalam skenario diatas. Walaupun secara "value", gaji dan fasilitas yg diterima karyawan PT. XYZ lebih tinggi dibanding PT. ABC tetapi PPh Pasal 21 yang dipotong oleh PT. ABC kepada karyawannya justru lebih besar dari PPh 21 yang dipotong dari karyawan PT. XYZ. 

Hal ini terjadi karena sebelum Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), natura dan kenikmatan seperti fasilitas tempat tinggal diatas, bukan merupakan obyek PPh.

Prinsip Keadilan

Tentu saja dengan ilustrasi diatas, sepintas peraturan perpajakan menjadi tidak adil bagi PT ABC dan karyawannya tetapi hal tersebut sudah diperhitungkan oleh pembuat regulasi, dimana bagi PT XYZ pemberian fasilitas bagi karyawan tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya untuk menghitung PPh nya atau dalam istilah perpajakan disebut dng koreksi fiskal.

Semua biaya listrik, air, dan internet di lantai atas ruko tersebut tidak boleh dibebankan. Bagaimana cara menghitungnya? 

Wah kalau itu sih... Akan dibahas lain kali saja di tulisan yang lain. Yang jelas sih, prinsipnya jika bagi penerimanya bukan merupakan penghasilan maka bagi si pemberi juga bukan merupakan biaya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline