Sabtu dan Minggu adalah hari favorit. Bagi yang bekerja lima hari dalam seminggu, mendapat kesempatan dua hari untuk me-time atau family time memang lumayan menyenangkan. Tapi kadang, menggunakan hari libur untuk pergi ke tempat wisata sekedar mengisi liburan tidak ada bedanya dengan rutinitas harian yang ditemui. Jika hari biasa, macet terjadi ke arah tempat kerja, maka saat hari libur macet bergeser ke arah tempat wisata. Akhirnya orang-orang lebih banyak mencari hiburan yang sifatnya "lokal". Seperti ke kolam renang, arena bermain trampolin, bioskop, sekedar membaca buku di cafe, dan sejenisnya. Diantara hiburan lokal tersebut, favorit saya adalah saat Car Free Day.
Dimulai dari Jakarta, dan akhirnya merambah ke hampir semua kota, menggunakan jalan sebagai sarana komunitas untuk berkumpul adalah ide yang brilliant. Entah apa jadinya jika dulu tidak pernah ada yang menginisiasi hal ini. Masyarakat menjadi memiliki kesempatan untuk sekedar refreshing di pusat kota sendiri. Tidak perlu jauh kemana-mana.
Car Free Day memiliki efek tidak langsung dalam mempopulerkan olahraga lari. Tentu saja berlari ramai-ramai di jalan raya bisa berbahaya jika penuh kendaraan. Kalau sekedar di jogging track dekat rumah kadang terlalu pendek. Kalau ke stadion, tidak semua kota memiliki komplek olahraga yang nyaman seperti Senayan. Dengan Car Free Day, masyarakat bebas bersepeda, jalan kaki, jogging atau berlari dengan aman.
Menekuni olahraga lari, kadang saya mendapat kesan "apa sih asyiknya?" dari orang yang tidak terlalu menyukainya. Bagi orang kantoran, futsal, pingpong dan badminton lebih populer. Setelah itu ada tenis, dan golf yang biasanya dilakukan para eksekutif perusahaan. Tidak ada kesan mewah dari olahraga lari. Walaupun jaman sekarang, seorang pelari yang anda temui bisa saja menggunakan outfit celana kompresi, jam ber GPS, kacamata dan sepatu yang totalnya bisa bernilai 5 juta rupiah. (Serius).
Lari tidak membutuhkan keahlian teknis yang rumit, seperti pingpong dan badminton. Bahkan tidak ada unsur kompetisinya sama sekali. Jika bermain badminton, targetnya tentu saja adalah mengalahkan lawan. Tapi saat berlari, seseorang sedang berusaha mengalahkan dirinya sendiri. Semakin jauh jaraknya, maka tantangannya semakin berat.
Untuk bisa memahami ini, paling mudah adalah dengan dipraktekkan. Pasang target awal lari 2Km, kemudian lakukan. Rata-rata car free day hanya mengambil ruas jalan sepanjang 2km, ibarat berlari dari ujung ke ujung. Bagi yang tidak pernah olahraga, jarak 2km sudah terasa sangat berat. Intinya adalah, berani memasang target sendiri, lalu melewatinya. Perasaan menyerah akan selalu muncul saat tubuh sudah ngo-ngosan, tapi jika berhasil melaluinya, mental kita menjadi sedikit lebih kuat. Selanjutnya, jika berhasil, pasang target 4Km atau 2 putaran car free day dari ujung ke ujung. Rasanya seperti mau menangis saat merasa kok tujuan akhirnya nggak sampai-sampai. Hehe.
Disitulah letak keasyikan olahraga lari. Kita berkompetisi melawan pikiran kita sendiri. Mental seseorang akan teruji, bahkan tidak jarang saya menemui saat event lomba lari, seseorang berteriak-teriak sendiri menyemangati dirinya. Jika mental sudah dilatih, maka kemacetan lalu lintas, dimarahin atasan untuk sesuatu yang tidak jelas, target penjualan yang tidak tercapai, diputusin pacar dan semua problem hidup bisa dihadapi dengan senyuman. :)
Running takes balls. Other sports just play with them.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H