Sebuah kasus pembunuhan yang sedang viral di media sosial, yaitu pembunuhan seorang ibu dan anaknya bernama Astrid dan Lael. Setelah penemuan mayat dalam plastik tersebut oleh beberapa pekerja jalan, akhirnya seorang bernama Randy menyerahkan diri ke kepolisian daerah NTT sebagai pelaku pembunuhan. Randy diketahui sebagai kekasih Astrid sekaligus sebagai ayah biologis dari Lael. Belakangan ini, kecenderungan kesimpulan mengerucut pada Randy sebagai pelaku, meskipun publik masih meragukan kebenarannya.
Terlepas dari benar atau tidak pengakuan maupun hasil penyelidikan polisi, penulis tetap meyakini bahwa Randy memiliki keterlibatan dalam pembunuhan tersebut. Entah itu sebagai pelakunya atau bukan sebagai pelaku, dalam hal ini sebagai pemicu terjadinya pembunuhan yang dilakukan oleh orang lain. Publik tentunya mengetahui bahwa relasi antara Astrid dan Randy merupakan relasi yang dilandasi oleh cinta antara lawan jenis, yang berujung pada kehadiran Lael. Relasi ini tentunya dibangun diatas dasar keinginan untuk mencapai kebahagiaan yang diidam-idamkan oleh setiap insan manusia.
Akan tetapi, apa yang terjadi justru bertolak belakang dengan harapan manisnya cinta dan kasih sayang. Kedua insan harus mengakhiri hubungan mereka secara tragis melalui maut yang mungkin saja direncanakan oleh salah satu pihak dari mereka berdua atau pun pihak ke tiga. Sekali lagi, bahwa perjalanan relasi ini, yang diawali dengan kasih dan sayang berakhir tragis dengan kematian yang tidak sewajarnya terjadi di antara orang yang saling mengasihi dan mencintai.
Saya membayangkan ketika Randy berupaya merebut hati Astrid, melakukan PDKT, mengatakan cinta, mengingat-ingat Astrid, senyum-senyum sendiri ketika membaca chat, mengenang kebersamaan mereka dan sebagainya. Bukankah hal ini merupakan sesuatu hal yang begitu menggembirakan? Permulaan relasi mereka tidak pernah terbesit pembunuhan tragis di ujung sana. Kebencian dan kematian, bukanlah harapan yang diimpikan bukan? Namun kita hari ini menyaksikannya. Bahwa cinta mereka berakhir maut.
Kasus ini bukanlah yang pertama. Sudah banyak sekali kasus kebencian, kepahitan, bahkan pembunuhan selalu terjadi pada orang-orang yang sudah mengaku saling mengasihi dan menyayangi dalam relasi lawan jenis. Suami dan istri bisa saling menyakiti bahkan saling membunuh. Ini menunjukkan kepada kita bahwa cinta tidak selalu berujung manis. Cinta bisa berujung pahit bahkan maut. Jika cinta dijaga dan dirawat dengan baik, maka cinta menjadi kekuatan dan energi yang luar biasa. Namun cinta samgat mungkin menjadi malapetaka yang menghantui kehidupan setiap insan yang mengalaminya.
Banyak anak-anak muda yang terbius dengan indahnya cinta yang ditawarkan secara semu oleh sinetron dan film-film romantis. Dalam angan, membayangkan betapa indahnya mengalami hal serupa dan hidup bahagia selamanya dalam cinta bersama pasangan. Memikirkan resiko relasi dan bagaimana mengantisipasinya sangat minim dalam membangun relasi antara lawan jenis. Tidak jarang, banyak yang akhirnya jatuh dalam penderitaan fisik dan batin setelah ada dalam relasi yang mulanya dibayangkan begitu indah.
Kasus ini seharusnya menjadi alarm buat anak-anak muda yang sedang dan akan membangun relasi antar lawan jenis. Berikanlah sebuah pertanyaan kepada pasanganmu, "Apakah kamu adalah orang yang akan membawa aku menikmati kebahagiaan atau kamu adalah orang yang akan membawa aku dalam kepahitan seumur hidup bahkan maut?" Karena cinta yang anda nikmati hari ini, bisa jadi merupakan awal kepahitan dan maut yang tragis di hari-hari mendatang.
Membangun relasi antar lawan jenis tidak dipelajari di sekolah. Padahal dampaknya sangat besar dan jangka panjang. Kebanyak insan manusia menjadi korban keganasan janji cinta itu sendiri. Apalagi mereka yang terkesan tergesa-gesa dalam membangun cinta yang seharusnya belum tiba pada waktunya. Mengingat pentingnya bagian ini, maka pelajaran tentang membangun relasi cinta sudah seharusnya menjadi perhatian. Pertama-tama adalah dari keluarga, pendidikan, bahkan lembaga keagamaan. Mungkin seharusnya muncul salah satu topik hangat seperti Literasi Cinta atau Literasi Cinta di era digital dan sebagainya dalam upaya meredam kasus-kasus selanjutnya.
Pada akhirnya, semoga pengusutan kasus pembunuhan Astrid dan Lael dapat diungkap seadil-adilnya dan pelaku dihukum setimpal dengan perbuatannya.
Salam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H