Lihat ke Halaman Asli

Udin

Amadaki-amadakimo arataa, solana bholi o karo.

Ayati

Diperbarui: 14 Januari 2021   21:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Republika

Agama tidak boleh hanya berhenti sampai pada urusan akhirat, namun juga tidak boleh semata-mata berurusan dengan masalah duniawi. Agama harus dapat menjaga relevansinya.” Wanita yang dikenal dengan ketangkasannya itu, mulai berpidato bak orator ulung. Semuanya tunduk-menunduk setelah melihat gelagat Ayati. Ia benar-benar wanita yang sigap dan berani, tak terbelenggu sedikit pun dengan hegemoni patriarki.

Melihat Ayati dengan kelincahannya dalam melipat kata-kata, sontak membuat para peserta lelaki berdecak kagum. Ada yang malu. Ada juga yang memanfaatkan kesempatan mendokumentasikan segala bentuk yang menempel pada diri Ayati. Tetapi, hal itu tak membuat Naldin kecantol sedikit pun. Lelaki itu begitu dingin, sungkan dengan persoalan perempuan. Yang terlintas dalam pikiranya hanyalah Al-Qur`an, cita-cita dan orang tua. Terlihat jelas, ketika Naldin hanya menaruh perhatian pada isi pembicaraan dari pemateri.

“Bagaimana mungkin, Naldin tak terperangah dengan kecantikan dan kecerdasanmu?” Rahma bertanya lirih ke Ayati, sambil memilin-milin ujung hijabnya.

“Hus!!!” Ayati sontak menjawabnya dengan ketus. Sembari menjatuhkan tubuhnya ke kursi.

“Kau tak suka ya, pada Naldin?” Rahma bertanya nyinyir.

“Hus, diam!” Sahut Ayati dengan wajah tersipu malu. Sesekali ia mencuri pandang ke Naldin dari kejauhan.

***

Seminar pagi itu memang menjadi surganya para lelaki. Bagaimana tidak. Setelah terkungkung dalam asrama selama berhari-hari. Membuat hampir semua lelaki bejat bertopeng agama, mulai kehausan. Mencari-cari kesempatan dalam kesempitan. Semuanya mendelik kebingungan. Terhuyung-huyung. Seolah-olah tak pernah melihat kaum betina berekspresi dan berpendapat di tempat umum.

Setelah bersungut-sungut di depan panggung. Ayati merasa berhasil setelah menceramahi para lelaki yang sok bermoral, dan tak pernah menggubris kaum lemah dan tertindas itu. Bukannya Al-Qur`an telah menjelaskan hal demikian? Lantas apa yang terdapat di dalam Surah An-Nisa, ayat 75 hanya bualan semata? 

Apa yang terbesit dalam pikiran mereka? Apakah hanya duduk bersimpuh di pelataran masjid bisa membuat mereka begitu luhur? Semuanya hadir dalam pikiran Ayati. Ia pun bergidik. Rasa takut sering bertandang dalam mimpinya. Bagaimana jadinya, jikalau suatu hari cintanya terpatri pada seorang lelaki yang doyan cari aman dan egois seperti itu? Mudah-mudahan Naldin bukan tipe seperti itu.

“Kau kenapa, Ayati?” Rahma bertanya bisik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline