Lihat ke Halaman Asli

KOSIS

dalam ketergesaan menulis semaunya

Apa Kabar Seni Pertunjukan

Diperbarui: 23 Agustus 2021   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pandemi membawa krisis tak terperi, seni pertunjukan dibuat ketar-ketir rasa ingin menyerah tanpa perlawanan berarti. Covid19 menjadi tantangan baru bagi pelaku seni pertunjukan untuk berfikir keras tanpa menyerah begitu saja dengan panggung virtual.

Diperiode awal pandemi, optimisme dibangun dengan gagah dan percaya diri. Kenyataannya, kita tak berdaya kita terpaksa berdamai dan sepakat untuk sementara menjadikan wabah ini semacam jeda bagi pegiat seni pertunjukan untuk refleksi, dan belajar banyak hal.

Tak dinyana jedanya terlalu panjang seni pertunjukan kian terpuruk bahkan sulit dipastikan apakah akan kembali bangkit.

Panggung semakin terabaikan semua tergiur dengan kompetisi daring, semua beramai-ramai menjadi aktor di berbagai platform digital. Bisa dimengerti bahwa ini salah satu upaya yang baik untuk menjaga bara agar tidak padam, ternyata seniman kita lebih cepat beradaptasi dengan dunia virtual, good job. 

Sebelum pandemi kita bisa lihat pertunjukan tari, music, teater, masih kesulitan untuk menandingi budaya popular, tetapi di zaman serba digital ini upaya mengenalkan seni di platform digital semakin aktif ya bun

Menonton "Wonderland Indonesia" karya Alffy Rev di platform youtube, saya pun ikut takjub. Musisi ini mampu mengawinkan teknologi dan seni budaya dengan sangat epic, hingga tranding di media sosial. 

Pertanyaannya kemudian apakah kita akan terus menyaksikan pertunjukan-pertunjukan hebat sembari rebahan? Tidak dong.. jangan lah.. Kita masih rindu pergi menonton pertunjukan dengan kesadaran dan penuh harapan bahwa kita akan menjumpai, mendengar, melihat hal-hal yang tidak biasa secara nyata bukan maya.

Sementara ini mungkin kita asik-asik saja menyaksikan pertunjukan digital.. eh ekonomi digital lebih tepatnya. Kalau boleh nyinyir ni ya.. para operator platform daring memiliki kepentingan untuk mengatur semua interaksi manusia secara digital, interaksi-interaksi ini dapat diubah menjadi sumber keuntungan. Lah bagus dong.. kayaknya enggak bagus-bagus amat.. kalau semua di digitalisasi gimana seni pertunjukan kita bos.

Kita tentu saja bersyukur telah mengenal teknologi sedasyat ini. Dulunya kita katrok hingga sekarang mengenal teknologi dengan cukup baik, itu semua dimaksudkan untuk mempermudah aktifitas manusia. Tapi tidak perlu sampai nonton teater lewat zoom juga kan mentang-mentang WFH kita perlu atmosfer, interaksi, yang nyata.

Pemerintah menginisiasi work from home salah satunya agar tetap kreatif tanpa kerumunan. Haisss.. pergeseran tren bekerja dari kantor ke rumah (WFH) bagi para pekerja kreatif ini sesuatu yang biasa-biasa saja, karena memang selama ini mereka tidak terikat pada ruang kerja bernama "kantor" dan ini tidak serta merta membawa keuntungan.

Bisa jadi justru menambah beban kerja di rumah semisal, membengkaknya tagihan listrik dan air, gawai jadi mudah rusak karena penggunaan terus menerus belum lagi gangguan jaringan, malah lebih efisien di luar kan. Teknologi harusnya mencerahkan bukan menyesatkan maka berdayakan saja sesuai kegunaan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline