Lihat ke Halaman Asli

KOSIS

dalam ketergesaan menulis semaunya

Resensi Novel "Atheis"

Diperbarui: 12 April 2021   14:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Resensi novel yang berjudul Atheis karya Achdiat K Mihardja (Sumber : padiumkm.id)

Atheis karya Achdiat K Mihardja. Novel tua terbitan Balai Pustaka yang terbit pertama kali tahun 1949 ini mengangkat persoalan dengan jujur dan berani. Karena ini adalah novel lama tentu gaya bahasanya terasa istimewa dari bahasa zaman sekarang. 

Novel dengan cover yang sangat tidak menarik ini, awalnya membuat saya bimbang untuk membacanya namun akhir-akhir ini dorongan membaca sedang membara hingga bodo amat lah dengan covernya. Tagline don't judge the book by the cover itu benar adanya, ini novel yang isinya keren buangeddd.

Bercerita tentang seorang tokoh bernama Hasan yang sedang jatuh cinta dengan seorang gadis bernama Rukmini namun gadis tersebut telah dijodohkan dan menikah dengan pria pilihan orang tuanya. 

Alhasil kesedihan Hasan justru membuat ia menjadi seorang penganut agama yang taat. Hasan juga seorang keturunan Raden yang kemudian ikut mempengaruhi karakternya sebagai sosok yang teguh, ditambah lagi dukungan orang tua yang begitu fanatik dengan agama islam maka lengkaplah keyakinannya.

Yang membuat cerita ini istimewa, bukan pada persoalan Romantisme pria dan wanita yang nampaknya terlalu klise. Tetapi, ada pada Tokoh Hasan yang dalam proses perjalanan spiritualnya, menemukan kenyataan diluar pemahamannya. 

Ia bertemu Rusli seorang teman yang begitu logis dan perempuan yang bernama Kartini seorang janda cantik dan lembut, yang kemudian mengingatkan hasan pada Rukmini gadis yang ia cintai dahulu. 

Selanjutnya diketahui bahwa teman-temannya adalah seorang Atheis dan Marxisme. Hasan berniat untuk mengislamkan teman-temannya namun, mereka begitu cerdas juga pandai berbicara. 

Yang dimana terus saja membombardir pondasi keyakinan hasan hingga pada akhirnya seorang Fanatik menjadi tak berdaya, kalah oleh Rasionalitas teman-temannya. Semula Hasan begitu kokoh dengan dogma agama lantas goyang dan runtuh oleh Rasionalitas.

Novel ini seolah mengajak pembaca menelusuri paham komunis yang pada saat itu ada di Indonesia. Pada saat membaca novel ini, kita juga di bawa tenggelam dalam dialog-dialognya, saya pun ikut merenungkan bahwa, bisa jadi Atheis dan Komunis itu ada benarnya.

Pertanyaan-pertanyaan seperti mengapa Negara Kristen pada zaman sekarang lebih maju dari Negara Islam? Kenapa dulu islam maju, sekarang tidak? Kenapa di dunia ini ada bermacam-macam agama? Kenapa tidak cukup satu agama saja? Kenapa perbedaan sangat banyak bahkan ada yang bertentangan? Kenapa dunia dan kehidupan selalu kacau padahal agama sudah ada beribu-ribu tahun di peluk oleh manusia, ketidakadilan malah semakin merajalela? 

Semua pertanyaan itu tidak mampu di jawab oleh kaum Agamis, yang dalam hal ini diwakili oleh hasan. Logika yang juga diikuti fakta yang kuat, membuat Komunis terlihat sangat berjaya dalam novel ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline