Apa kabar para petani di Indonesia?
Ya, mungkin itu pertanyaan yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Memang dikalangan anak kids jaman now, tidak sedikit diantara mereka yang tidak mau mendengar bahkan mungkin masa bodoh untuk mereka.
Untuk mereka yang tingggal di perkotaan ataupun perumahan, mereka mungkin tidak tahu pasti bagaimana susah payahnya petani untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka.
Bahkan banyak dari mereka yang memilih untuk memenuhi kebutuhan mereka secara impor, membeli beras impor, buah impor, dan juga sayuran pun impor. Pengamat dan ahli pangan Indonesia, Bustanul Arifin juga mengungkapkan Indonesia sebagai negara tropis seharusnya bisa menghasilkan buah buahan dan sayur-sayuran sendiri tanpa harus mengandalkan impor.
Pada tahun 2010, terdapat 42,8 juta jiwa masyarakat indonesia yang memilih untuk berprofesi sebagai petani. Namun pada tahun 2017, angkanya turun menjadi hanya 39,7 juta jiwa. Berdasarkan data tahun 2010-2017, presentasenya terus mengalami penuruna sebesarr 1,1 persen per tahun. Kenapa hal ini bisa terjadi? Berikut faktor-faktor penyebabnya jumlah petani di Indonesia menurun
Faktor Ekonomi
Salah satu alasan kenapa petani tidak dapat mempertahankan kegiatan usahanya adalah pendapatan dari sektor pertanian tidak dapat lagi mencukupi dan menjadi sandaran bagi kehidupannya. Rata-rata pendapatan sektor pertanian Rp 12.413.920/tahun atau kurang lebih Rp 1.034.500/bulan (BPS-ST2013).
Faktor Mindset Petani
Perkembangan ilmu, teknologi, industri dan ekonomi mendorong terjadinya perubahan sosial ke arah masyarakat modern. Gejala modernisasi pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi ditandai dengan adanya penemuan dan pembaharuan unsur teknologi baru yang berguna bagi kemakmuran masyarakat. Dibidang ekonomi, modernisasi diidentikkan dengan meningkatnya produktivitas ekonomi.
Faktor Alam
Petani bekerja (aktivitas budidaya tanaman) memanfaatkan alam, itu sebabnya petani sangat bergantung padanya. Alam adalah anugerah bagi petani, namun juga sekaligus ancaman.