Lihat ke Halaman Asli

Kornelius Ginting

Lelaki Biasa

Mengurai Kemacetan Jakarta, Hanya sekedar Himbauan...

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jakarta setiap harinya semakin macet dan akan semakin bertambah macet setiap tahunnya. Jumlah kendaraan pribadi baik yang beroda 2 ataupun roda 4 semakin bertambah. Ada apa sebenarnya yang terjadi di Jakarta?  Kok bisa seperti ini gerangan.

Sementara pemerintah sudah berupaya sangat keras untuk mengurai dan menyelesaikan masalah ini. Mulai dari perbaikan pelayanan moda transportasi misal seperti kereta api, Bus TransJakarta. Pembangunan Jalan layang tol dan Non Tol, pelarangan roda 2 untuk melintas dibeberapa daerah tertentu hingga pemberlakuan ERP (Electronic Road Pricing).

Tapi mengapa sepertinya masalah kemacetan ini tidak pernah tuntas dan selesai ya..

Aneh bin ajaib memang, sepertinya hanya Jakarta saja yang berangsur-angsur menjadi kota dengan kepadatan lalu-lintas yang luar biasa. Bahkan ada warga Jakarta yang hanya menempuh jarak belasan kilometer memakan waktu sekitar 2 jam, banyak waktu yang terbuang karena kemacetan, banyak energi yang terkuras karena kemacetan.

Menurut hemat saya, apa yang sudah pemerintah lakukan untuk mengurai kemacetan sudah sangat baik dan bermanfaat. Yang kurang hanya implementasinya saja, bagaimana tidak, kebanyakan dari kebijakan yang pemerintah Provinsi DKI buat agar rakyatnya mau menggunakan kendaraan umum (hanya sekedar himbauan), yang ada para pegawai pemda sendiripun belum nyaman menggunakan angkutan umum. Berbagai macam alasan diajukan, mulai dari tempat tinggal yang jauhlah, banyaknya keperluan yang harus dibawa, ketidaknyamanan dalam angkutan dan lainnya yang intinya adalah mangkir untuk mau menggunakan angkutan umum.

Bahkan beberapa instansi menggunakan angkutan sendiri atas nama efesiensi dan kenyamanan, tetapi memisahkan diri dari masyarakat umum. Ini kan lucu, Jemputan instansi dibuat senyaman mungkin sementara angkutan umum untuk masyarakat dibuat alakadarnya.

Kalau para penggagas keputusan dan jajarannya saja enggan untuk mau menggunakan kebijakan yang sudah mereka buat dan berdalih keputusan dan kebijakan yang mereka buat demi kebaikan rakyat, maka rakyat mana yang mereka mau "perbaiki", bukankah para pejabat pemda dan jajarannya juga rakyat pada umumnya.

Intinya yang saya mau coba tekankan adalah banyaknya para pengguna kendaraan pribadi yang tidak mau menggunakan kendaraan umum karena berbagai macam alasan dan salah satunya adalah karena para pembuat kebijakan itu sendiri enggan untuk menggunakan kendaraan umum. Masyarakat luas pun sepertinya berupaya mencontoh itu.

Padahal penggunaan kendaraan pribadi, terutama untuk roda 4 akan memakan biaya yang tidak sedikit ketimbang menggunakan angkutan umum.

Kalau Pemda dan Jajarannya sudah berhasil untuk mengurangi pemakaian kendaraan pribadi, maka bisa diperluas ke berbagai instansi yang ada disekitaran Jakarta. Pastinya kedepan pemakaian kendaraan akan berkurang dan bukan tidak mungkin rakyat lainnya akan mengikuti dengan sendirinya.

Terakhir adalah, jika tidak ada lagi sekat antara para pembuat keputusan dan penggunanya, maka setiap hal  yang dirasakan masyarakat terhadap pelayanan fasilitas publik akan langsung mudah dibenahi karena para pembuat keputusan itu sudah merasakannyan sendiri. Selama ini yang terjadi adalah, masyarakat berjejalan di bus umum, berebut ruang di kereta yang padat, sementara para pembuat keputusan dan jajarannya "nyaman" didalam kendaraannya masing-masing.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline