Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) merupakan badan khusus Pergerakan mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang fokus pada pengembangan keterampilan kader putri PMII. Sebagai organisasi kader tentu proses kaderisasi memegang peran besar dalam pembangunan masa depan organisasi, karena ialah yang bertanggung jawab atas tumbuh kembang kader-kader yang akan menjaga dan mengembangkan organisasi agar tetap utuh, adaptif dan produktif dalam menghadapi setiap tantangan dan menjawab setiap kebutuhan zaman.
Kaderisasi yang baik yaitu mampu menghadirkan sistem kaderisasi yang mampu menjawab kebutuhan dan harapan setiap kader Kopri di berbagai wilayah. Proses kaderisasi tentu harus memperhatikan realitas sosial yang berkembang dan solutif terhadap perkembangan zaman. Dewasa ini Kopri dihadapkan pada kondisi yang fluktuatif, zaman dan kebiasaan berubah dengan cepat dan signifikan, hal demikian bukanlah situasi yang harus dihindari tetapi dihadapi dengan penuh kesiapan.
Sebagai organisasi yang memegang teguh Aswaja sebagai manhajul fikr wal harokah, Kopri senantiasa berpegang teguh pada prinsip Tawassuth, I'tidal, dan Tawazun. Ketiga inilah yang menjadi landasan atas kerangka menyikapi permasalahan-permasalahan keagamaan dan politik mempunyai kerangka berpikir, bersikap dan bertindak. Kopri meyakini bahwa setiap manusia baik dengan kelamin perempuan atau laki-laki berhak atas hidup yang adil. Memperoleh keadilan sebagai insan individu yang bebas dan sadar mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh diri kita, memperoleh keadilan sebagai ummat islam dalam mengekspresikan segala pengetahuan yang dimiliki untuk bersama menjalankan perintah Allah SWT sebagai hamba dan sebagai khalifah di muka bumi. Memperoleh keadilan sebagai warga Negara untuk dapat hidup yang aman dan nyaman tanpa memperoleh diskriminasi, stereotype negative, subordinasi dan pelemahan-pelemahan lainnya.
Maka dengan berpegang teguh pada prinsip aswaja tersebut Kopri dengan tegas memperjuangkan nilai-nilai keadilan kesetaraan dan kemanusiaan bagi perempuan. Nilai-nilai tersebut dengan tegas diperjuangkan karena kita secara sadar harus mengakui bahwa perempuan masih dalam bingkai dan bayang-bayang paradigma kehidupan yang sangat patriarkis. Tentu ini memberikan efek domino pada kehidupan perempuan. Corak hidup yang patriarki ini setidaknya menghasilkan cara pandangan yang bias terhadap gender manusia.
Oleh sebab itu, Kopri harus bisa memilah dan memilih bagaimana konsep memperjuangkan keadilan perempuan dengan bersikap moderat sehingga tidak terlalu kolot dengan teks-teks agama serta tidak terlalu liberal dalam interpretasi kesetaraan perempuan. Jadi, jika boleh berpendapat, mengapa kaderisasi pertama dalam KOPRI dinamai SIG (Sekolah Islam & Gender), karena penting bagi kader Kopri untuk menuntaskan pemahaman ke-islam-an secara utuh terlebih dahulu sebelum mempelajari teori-teori gender dengan berbagai versi, sehingga tidak terjerumus pada pemahaman yang keluar dari koridor islam ahlus sunnah wal jama'ah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H