Lihat ke Halaman Asli

Good Governance by Kondektur KA Prameks

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_118289" align="aligncenter" width="680" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS)"][/caption] Langit senja bertabur dalam perjalananku sepulang kuliah di Condong Catur menuju ke Stasiun Kereta Api Maguwo untuk pulang ke Solo. Sebuah stasiun yang berdempet strategis dengan bandara udara Adi Sucipto. Begitu memasuki pintu masuk stasiun, sontak kaget kereta Prameks sudah terbuka pintunya dan seakan-akan beberapa detik lagi akan tertutup dan melaju ke Solo. Kubergerak gesit agar keberuntungan petang ini tidak berlalu begitu saja, maklum tidak jarang tertinggal kereta Prameks :D . Selang 1-2 menit keberangkatan, aku telah berhasil masuk ke gerbong Prameks. “Ini Prameks yang menuju ke Solo, kan ya?” tanyaku pada penumpang di sekeliling dekatku. Yup, mereka pun mengiyakan dan menganggukkan. Pas betul hari ini, insyaAllah bisa tiba di rumah lebih awal.

Seperti biasanya, apabila naik kereta terburu-buru, di Prameks ini aku pasti tidak membeli tiket terlebih dulu. Karna, loket tiket di Stasiun Maguwo ini letaknya tidak di pintu masuk, melainkan dekat dengan jalur ke Solo yang berada di seberang area masuk. Ketika aku datang, kereta sudah menunggu, jadi tidak sempat untuk membeli tiket, takut tertinggal pula. Pengalaman sebelumnya, bisa membayar langsung pada kondektur yang menariki tiket, dengan harga yang sama dengan beli di loket.

Ternyata, kali ini mendapat pengalaman yang berbeda dari biasanya. Sang kondektur sekarang memiliki governance yang beda dalam menyikapi penumpang Prameks tanpa karcis seperti diriku. “Maaf pak, saya belum membeli tiket tadi. Ini saya bayar ke Bapak saja ya” sodorku dengan selembar uang 10ribuan tanda membayar tiket. “Nanti kalo sudah sampai Klaten, turun dan beli saja di loket sana” jawabnya tenang sambil memunguti tiket penumpang lainnya. “Hm begitu ya, nanti tunggu ya pak. Jangan ditinggal dulu keretanya” ujarku menimpalinya. “Ya, nanti saya sendiri yang akan mengarahkan untuk menunggu” balasnya.

Wew, ini memang bukan hal yang luar biasa, tapi perkiraanku petugas kondektur memiliki local culture yang sederhana, tidak mau ribet, dan mungkin bisa menambah penghasilan kan dengan kita membeli langsung ke dia. Kondektur Prameks petang ini benar-benar menerapkan kebijakan dengan baik, bukan dengan baik-baik. Kebijakan membeli tiket Prameks di loket stasiun berikutnya memang sesuai aturan perusahaan bahwa apabila terdapat penumpang yang tidak membawa tiket, maka harusnya dia diturunkan di stasiun pemberhentian berikutnya.

Klaten pun tiba, kulangsung tuju loket dan menyodor selembar uang kertas pada petugas loket. “Solo pak” dengan harga yang sama. Prameks-ku pun setia menunggu, seakan menjadi penumpang istimewa. Kuberlari gegas menuju gerbong Prameks kembali, menuju Solo.

Thanks pak Kondektur, ini governance yang tepat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline