Lihat ke Halaman Asli

Isi Kepala

Diperbarui: 10 Desember 2018   02:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Anggap saja ini terjadi pada tanggal saat dimana sekarang anda membaca tulisan ini. Jika menolak, anggap saja ini adalah masa depan anda, atau jangan beranggap-anggap jika tidak ingin punya koleksi tanda tanya baru di kepalamu.

***

Saat pagi aku bangun, dan dalam keadaan dimana kepalaku berisi tentang ruang sempit yang muncul akibat kesenjangan antara kenyataan dan keharusan. Kenyataan lebih sering melupakan keharusan. Begitu banyak kenyataan yang berjalan tanpa sebuah keharusan. Harusnya seperti ini, ehhh nyatanya malah begitu. Harusnya gini, lah kok kenyataannya seperti ini. Ruang sempit itu sangat sering disebut sebagai masalah. Masalah akan muncul jika sebuah keharusan ditinggalkan kenyataan. Kenyataan dan keharusan harus menyatu, membentuk satu garis, persisi satu garis.

Kemarin aku baru saja berdialog dengan tersangka pendiri ruang sempit di kepalaku. Sebut saja dia adalah Bos Besar. "Bos, apa ndak sebaiknya dalam memasarkan produk kita lebih baik jujur apa adanya dan tidak melebih-lebihkan?"

"kamu ini, kalau kita ndak gitu, produk kita ya ndak laku. Kalah bersaing" jawab Bos Besar. Siapa ya pencipta teori pemasaran seperti ini? Dan kenapa keharusan yang ada dalam hatiku berontak dengan kenyataan ini?. Ternyata aku tak bebas berbuat kebaikan. Ternyata berbuat kebaikan itu berharga. Paling tidak seharga gajiku. Gaji yang untuk menghidupi keluargaku. Mencukupi sandang, pangan dan papan anak dan istriku.

Bos Besar adalah orang yang menggajiku. Ya, dia adalah orang yang membayarku. Kalau aku tidak patuh padanya itu sama saja berjalan menuju pengangguran.

***

Apa pernah anda dalam situasi seperti si Aku dan Bos Besar di atas? Iya, anda, anda yang sedang membaca tulisan ini. Anda yang sebentar lagi akan masuk kedalam kepalaku.

***

Sore, aku pulang kerja. Sembari perselisihan antara keharusan dan kenyataan tetap berlangsung. "pak, jangan lupa nanti malam pengajian rutin di rumah Pak Sarwono".

"Iya buk".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline