Sudah sejak lama, kedai-kedai kopi di Arab menjadi forum perdebatan politik, terutama saat negara-negara Arab dimonopoli oleh rezim yang berkuasa. Tapi sepertinya sekarang, kedai-kedai kopi itu sudah kehilangan makna politis. Salah seorang tokoh politik di Kairo, Abdel Fatttah al-Sisi, baru-baru ini mengadakan sebuah diskusi di Al-Bustan Cafe. Abdel belum mengumumkan pencalonannya sebagai presiden, dan krisis di Siria masih tetap berjalan karena belum mendapatkan pencerahan. Dokumen nuklir Iran masih menunggu nasibnya sampai musim panas tahun ini. Sementara, hal ini juga mempengaruhi iklim politik di Rusia. Lalu, apa hubungannya dengan kopi?
Minum kopi adalah bagian dari kebiasaan dan tradisi masyarakat di negara-negara Arab, dan dihubungkan dengan rasa nasionalisme. Di Mesir, dan di banyak negara, orang masih menjunjung tinggi “kopi Arab”. Kopi Arab di Eropa dan di Amerika, meskipun mempunyai nama yang sama, mempunyai perbedaan di rasa, volume, dan cara penyajian. Bukan hanya di negara-negara barat, di Mesir juga begitu. Di sana, kopi Arab disajikan dengan cara Turki: harus berbusa dan disajikan dalam cangkir kecil. Busa kopi ini adalah tanda bahwa kopi tersebut dibuat dengan cara yang benar. Tanpa busa, kopi itu dianggap nggak punya “wajah”. Sementara orang Libanon lebih memilih kopi yang nggak punya “wajah”. Kopi di Libanon hanya diseduh sekali dan diminum dalam gelas yang sangat besar. Kita bisa menjumpai kopi dari berbagai sumber, seperti Brazil, Kolumbia, Kenya, Ethiopia, Vietnam, dan Indonesia di Libanon. Negara ini memang nggak terlalu fanatik dengan sumber kopi yang mereka dapat dan minum. Sekadar info tambahan, orang-orang Arab biasanya mengimbangi rasa pahit kopi dengan buah kurma.
Daerah-daerah teluk di Arab juga punya cara sendiri untuk menyajikan kopi, berbeda dengan orang-orang di Mesir dan Libanon. Mereka memilih kopi berdasarkan warna kopinya. Kok bisa? Karena mereka biasa mencampur bubuk kopi dengan cardamom, kayu manis, dan saffron yang kesemuanya sudah digiling halus dan dicampur dengan bubuk kopi. Menarik sekali, karena ini seperti mencampurkan berbagai negara dalam satu cangkir kopi. Cangkirnya biasanya buatan Cina. Cardamom berasal dari India Selatan, Sri Lanka, Guatemala, Vietnam, dan Tanzania. Kayu manis mereka berasal dari Cina, dan ini sudah berlangsung selama 3.000 tahun, bahkan sebelum Vasco da Gama mengirimkannya dari Sri Lanka ke Eropa di Abad 15. Saffron, sebagai elemen yang paling mahal, berasal dari Iran, Spanyol, Turki, dan Yunani. Untuk memproduksi satu kilo saffron, dibutuhkab 80.000 sampai 150.000 tanaman di atas tanah seluas 1.000 meter persegi. Nggak heran kan harganya jadi mahal? Hmmm… jadi penasaran juga sih, gimana ya rasanya kopi yang disajikan di kedai-kedai kopi di daerah teluk ini? Ada yang sudah pernah mencoba? Sumber gambar: Turkey’s for Life, dan beberapa sumber lainnya Artikel terkait: Kehidupan Politik & Seni di Timur Tengah Kopi Ajaib Asli Cirebon Perjuangan Kopi yang Inspiratif Dampak Kopi Brazil Bagi Dunia Minum Kopi Tanpa Membayar Artikel berasal dari: Kopikeliling.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H