Kopling udah beberapa kali ngebahas tentang Ai Weiwei - dan kali ini, seniman yang sangat sensasional ini kembali bikin “ulah” keren. Begini. Kita harus mengakui bahwa nggak gampang untuk melepaskan diri dari kebiasaan lama, terutama yang berhubungan dengan budaya. Ya kan? Hal yang sama juga terjadi pada orang-orang di Cina yang mengalami Revolusi Budaya selama berabad-abad.
Nah, di Metropolitan Museum of Art di New York, saat ini lagi ada pameran yang berjudul “Ink Art: Past as Present in Contemporary China”, dan pameran ini akan berlangsung sampai tanggal 6 April 2014. Pameran seni kontemporer Cina yang pertama ini dikuratori oleh Maxwell Hearn dan melibatkan 35 seniman.
Pameran ini akan memberi perhatian khusus kepada seni “kelas atas” yang timbul pada sekitar tahun 80-an. Yang dipamerkan nggak cuma lukisan tinta di atas kertas, tapi juga lukisan cat minyak karya Qiu Shihua dan sebuah film seni karya Yang Fudong. Sang kurator merasa bahwa para seniman ini semacam ditarik kembali oleh tradisi mereka dan itu terlihat dalam karya-karya mereka yang hasinya sangat mengejutkan.
Sekitar tahun 80-an, para seniman Cina mulai bereksperimen dengan “ink flow” dan gambar-gambar abstrak. Lalu pada tahun 1985 dalam sebuah pertunjukan, Gu Wenda mempertontonkan lukisan-lukisan berukuran besar yang isinya adalah gabungan berbagai genre dengan tulisan Cina. Dalam pameran di New York ini, Gu menggabungkan dua bentuk tertinggi dari seni tradisional Cina: kaligrafi dan lukisan pemandangan alam. Sementara seniman lainnya, Xu Bing, membuat sebuah instalasi yang dibuat dari buku-buku yang terbuka.
Nah, lalu Ai Weiwei membuat karya keren apa kali ini? Sang seniman ternama masa kini asal Cina ini membuat “Map of China”, yatu peta negara Cina yang terbuat dari kayu dan digabungkan dengan kepingan-kepingan dari kuil-kuil jaman Dinasti Qing. Apa intepretasi dari karya ini? Bisa jadi sang seniman ingin menyampaikan simbol, bahwa negara Cina itu terdiri dari banyak daerah dan kelas etnis.
Sementara seorang seniman yang lebih muda, Xing Danwen, membuat karya yang berjudul “Scroll”. Dalam karyanya ini, Xing menggabungkan beberapa foto pada sebuah rol film menjadi sebuah gambar panjang yang berisi gambar yang saling bertumpuk. Seni melukis di Cina itu belum mati, karena tradisi adalah bagian dari hidup dan tidak akan pernah mati. Ke mana pun kita pergi, ke mana pun kita suatu hari nanti akan mengembara, kita akan selalu membawa tradisi itu di dalam hidup kita. Sama halnya dengan para seniman-seniman Cina itu. Sumber gambar: Art in America Magazine dan beberapa sumber lainnya
Shortlink: (click to copy)
Related posts:
- Ketika Budaya Cina Kuno Masuk New Media Art
- Kaligrafi Cina di Tangan Orang Italia
- Friendzone dalam Komik
- Pria Telanjang dalam Lukisan
- Bahasa Bunga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H