Lihat ke Halaman Asli

Yudho Sasongko

UN volunteers, Writer, Runner, Mountaineer

Berbijak atas Nilai Guna Belanja

Diperbarui: 2 Mei 2020   02:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pexels/Oleg Magni

If I panic, everyone else panics, --- Kobe Bryant

Sebuah petikan dari Kobe Bryant, pebasket terkenal dari Amerika Serikat, cukup menarik untuk mengawali bahasan bertema fenomena kalap berbelanja makanan ini.  

Naluri mempertahankan diri, kalau dalam referensi Islami disebut dengan gharizah al baqa'. Naluri ini ada dan kekal dalam diri manusia guna dipergunakan untuk survival hidupnya.

Naluri mempertahankan (gharizah al baqa') berkaitan erat dengan dua eksponen pembangun kepanikan yaitu roja' dan khauf (harap dan cemas). Dari quote di atas, jika saya panik, tentunya yang lain akan panik juga sudah cukup menjadi bukti bahwa kepanikan itu menular.

Berawal dari naluri memertahankan diri yang berujung pada harap dan cemas (roja' dan khauf), manusia akan memroduksi kebijaksanaan sebagai ciri khas makhluk yang sempurna (insan kamil). Fenomena kalap berbelanja erat kaitannya dengan naluri memertahankan diri. Ketika ada ancaman yang cukup sulit diketahui kapan berakhirnya, semisal pandemi Covid-19, naluri memertahankan diri otomatis muncul. membeli bahan-bahan pokok dengan jumlah lebih untuk pertahanan hidup adalah lumrah dalam keadaan darurat seperti ini.

Namanya naluri, ledakannya besar, masif dan signifikan. Ini ada kaitannya dengan hidup dan magti yang terbangun dari sifat roja' dan khauf (harap dan cemas). Unsur pengetahuan masa lalu bisa jadi akan membuat sahih kalap berbelanja makanan. Tindakan ini sebagai pelajaran masa lalu dengan mengandalkan apa yang mereka ketahui tentang ancaman serupa. 

Sebut saja jejak pandemi semisal peristiwa The Black Death yang hampir memusnahkan populasi manusia. Wabah pandemi pada abad ke-14, yang membunuh 50 juta orang, atau telah mengurangi 60% populasi Eropa saat itu. Ketika masyarakat membutuhkan barang-barang yang sama, ketika mereka bertanggung jawab memenuhi apa yang memang menjadi kebutuhan, maka disinilah letak kepanikan itu.  

Namun, sikap bijak sebagai makhluk sempurna yang selalu berpikir, hindari keinginan untuk menimbunnya. Kalap berbelanja sah-sah saja pada batasan yang elegan. Karena memang pada dasarnya keadaan sulit diprediksi. 

Kalap di sini pada batasan yang cukup dan tidak menimbun. Kalap di sini dalam artian bentuk tanggungjawab naluri memertahankan diri (gharizah al baqa'). Membeli dalam artian yang lebih biak sebagai "persiapan bencana" dan bukanlah sebagai panic buying. Justru irasional jika tanpa adanya usaha membeli untuk persiapan dalam sebuah bencana. 

Panik yang bisa saja muncul di masyarakat akibat tekanan sosial yang berupa berbagai macam bencana dan keadaan darurat. Situasi dan mekanisme psikologi ini menjadikan apa yang dilakukan orang lain menjadi dasar penilaian instan dan ditiru. Sehingga menjadi bola salju kepanikan yang membesar dan menular.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline