Saya, Siska (39) dan suami, Anton (40), sudah menikah selama 9 tahun dan memiliki 2 anak laki-laki berusia 9 dan 6 tahun. Sejak menikah, kami tinggal di rumah ibu saya. Rumah keluarga kami sangat luas. Kakak dan adik saya tinggal di rumah mereka sendiri, namun kami masih satu lingkungan. Istilahnya, kami berbagi halaman rumah. Sedangkan saya dan suami menempati rumah orang tua.
Setelah memutuskan berhenti kerja setahun lalu, saya sudah berkomitmen untuk mengurus anak dan rumah. Sedangkan suami, akan full bekerja. Selama ini, sebagai arsitek, suami memang banyak kerja di rumah. Kebetulan ia tidak harus selalu datang ke kantor. Hanya jika ada meeting atau proyek yang akan digarap.
Sejak menjadi ibu rumah tangga, otomatis semua pekerjaan di rumah saya yang melakukannya. Mulai dari membersihkan rumah, memasak, mempersiapkan anak-anak berangkat sekolah, termasuk mengantar mereka ke sekolah. Sebenarnya, mengantar anak ke sekolah sudah menjadi tanggung jawab saya sejak lama, karena suami memang tidak bisa mengendarai mobil. Jadi, ya harus saya yang melakukannya.
Tapi, mungkin karena sekarang saya sering di rumah, ibu dan kakak saya melihat saya mengerjakan semua urusan rumah tangga. Termasuk antar jemput anak. Mereka tidak melihat peran suami saya dalam membantu saya. Karena kondisi tersebut, beberapa kali mereka komplain dan meminta saya untuk berbagi tugas dengan suami. Alasan mereka sih, agar saya tidak kelelahan sendiri.
Sesungguhnya, saya tidak terganggu dengan sikap suami selama ini. Toh, sejak awal, saya memang sudah komitmen untuk mengurus urusan rumah tangga. Hanya saja saya terganggu juga dengan kasrak kusruk ibu dan kakak saya. Lama-lama suami juga merasa tersudut dengan kondisi ini.
Belum lagi, belakangan ada ketegangan antara suami dan kakak saya, karena keinginan keluarga kakak saya untuk memelihara anjing. Sedangkan suami tidak suka jika di rumah ada anjing. Masalahnya adalah, halaman rumah kami menyatu, jadi bisa dipastikan anjing piaraan kakak saya itu akan berkeliaran di halaman rumah kami.
Bagaimana mengatasi hal ini?
Perlu diketahui oleh setiap pasangan suami istri adalah bahwa keluarga itu adalah entitas yang unik. Karena keunikannya, maka tidak ada keluarga yang sama. Satu keluarga dengan keluarga lainnya pasti memiliki perbedaan, perbedaan nilai, perbedaan menghadapi konflik dan juga harus diingat bahwa dua orang yang membangun keluarga ini juga berasal dari individu dengan latar belakang yang berbeda.
Dengan memahami bahwa keluarga adalah sesuatu yang unik, maka apa yang timbul di dalam keluarga tersebut seharusnya datang dari dua individu yang ada di dalamnya, bukan dari pihak luar, sekalipun itu keluarga. Bukan dari orang tua, kakak ipar, mertua dsbnya.
Itu sebabnya, selama ini menjadi Konselor Pernikahan, saya mengingatkan pasangan adalah penting untuk memiliki kemandirian, salah satunya adalah dalam bentuk tinggal terpisah tidak satu atap dengan orang tua atau mertua. Ketika berada di rumah sendiri, mau itu kontrakan atau milik sendiri, maka Anda dan pasangan punya hak dan tanggungjawab yang sama di dalam rumah tersebut. Istilahnya, rumah mau diapakan, bagaimana mekanisme pembagian tugas dalam rumah, ya terserah penghuninya.
Tapi, ketika Anda dan pasangan masih tinggal satu atap dengan orang tua dan keluarga lain, maka pada saat itu pula, aturan yang berlaku di dalam rumah bukanlah aturan Anda dan suami, tapi aturan sang pemilik rumah, dalam hal ini orang tua.