Lihat ke Halaman Asli

Elly Nagasaputra MK CHt

Konselor Pernikahan dan Keluarga

Membangun Relasi yang Sehat dengan Mertua, Mungkinkah?

Diperbarui: 14 Februari 2018   07:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Plukme.co

Walaupun pernikanan Dini (27) dan Rizal (28) sudah berjalan empat tahun dan memiliki dua balita, keduanya masih menetap di rumah orang tua Rizal. Alasannya, selain mereka berdua bekerja dan tidak ada orang yang bisa mengawasi anak-anaknya, Rizal adalah anak tunggal sehingga ia diminta orang tuanya tinggal di rumah tersebut.

Selama ini, Rizal menanggung semua pengeluaran di rumah, mulai dari listrik, biaya hidup sehari-hari, gaji ART, hingga hal lain seperti mengganti barang elektronik yang rusak ataupun perbaikan rumah.

Meski begitu, Dini tidak berani memutuskan sendiri jika ada perubahan dalam rumah. Ia masih harus bertanya pada ibu mertuanya. Seperti mengganti warna cat rumah hingga menambah sofa. Semua Dini lakukan untuk menghormati mertuanya. Toh, pikir Dini, rumah yang mereka tinggali adalah milik mertuanya. Walaupun, tak dipungkiri Dini kerap bermimpi memiliki rumah sendiri yang bisa bebas ia atur.

Selama empat tahun memang tidak ada masalah. Hubungan Dini, suami dan mertuanya berjalan harmonis. Hingga akhirnya Dini memutuskan menyekolahkan anak pertamanya yang baru berusia tiga tahun. Mertuanya melarang keras, karena menganggap cucunya masih terlalu kecil, tidak perlu sekolah dulu. Sedangkan Dini, ingin anaknya bisa mendapatkan pendidikan sejak dini.

Masalah kian meruncing, karena Rizal setuju dengan orang tuanya. Peristiwa tersebut semakin meyakinkan Dini bahwa Rizal adalah sosok pria yang tidak bisa lepas dari orang tuanya.

Pada dasarnya pernikahan adalah unit mandiri yang terdiri dari seorang pria dan wanita. Baik secara emosional maupun finansial. Itu sebabnya sangat tidak disarankan, untuk alasan apapun, pasangan menikah apalagi yang sudah dikaruniai anak, hidup satu rumah dengan orang tua. Membangun rumah tangga, berarti pasangan harus sama-sama 'berani' untuk tinggal sendiri.

Mengapa demikian? Karena ketika dua rumah tangga melebur, dalam hal ini rumah tangga orang tua dan si anak (apalagi jika sudah memiliki anak), suka atau tidak suka bisa saja muncul masalah-masalah baru, baik di antara pasangan maupun dengan pihak luar seperti orang tua, mertua, hingga keluarga besar.

Jika Anda menumpang di rumah orang tua, maka yang memiliki aturan adalah sang pemilik rumah, dalam hal ini orang tua atau mertua. Dalam kondisi seperti ini, akan sulit bagi pasangan untuk menerapkan mengaturan, pola asuh, hingga otoritasnya pada anak. Namanya juga Anda yang 'nebeng', ya Anda harus mengikuti aturan yang ada di rumah tersebut.

Membangun Relasi Sehat

Namun, tak dipungkiri, dalam masyarakat Indonesia, keluarga besar tidak bisa dilepaskan begitu saja dari keluarga inti. Kita adalah orang Timur yang memiliki adat ketimuran, di mana tingkat kekerabatan itu begitu kental dan tali silaturahmi sangat dijaga. Itu sebabnya, hubungan antara anak yang sudah menikah dengan orang tua dan keluarganya tidak akan putus, masih ada relasi yang sangat erat.

Bahkan ada keluarga yang hubungannya sangat dekat, setiap weekend mereka pulang ke rumah orang tuanya, merayakan momen sukacita seperti makan, ibadah, hingga liburan bersama. Budaya yang seperti ini pada dasarnya perlu kita pelihara sebagai keluarga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline